Saturday, 14 November 2015

Compilation KESESATAN karkun2 so called JEMAAH TABLIGH DI FACEBOOK@LAMAN SOSIAL

Pelbagai kesesatan jemaah tabligh yang mengaku kononya jemaah mereka"mirip2 kerja Nabi Muhammad saw" hakikatnya jemaah mereka adalah pendusta dan penyebar kesesatan..sama2 kita nilai tahap ilmu mereka insyallah..

1.Ada yang mengaku gerakan mereka "gerakan yang dijanjikan diakhir zaman"..

2.Ada yang mengaku "ziarah kubur wali2 mereka mendapat berkat" walhal kubur Sahabat2 Nabi Muhammad saw tidak pula dikatakan "kubur wali"..

Jauhilah getakan sesat mereka dengan membaca Surrah Alkahfi ayat 1-10 dan 10 ayat terakhir insyallah terpelihara dari fitnah dajjal..

Wednesday, 11 November 2015

Insyallah boleh join Muwahid Chanel

Bismillāh

Alhamdulillah, Muwahid Chanel telah hadir difacebook !

Check it out👇👇

https://mobile.facebook.com/muwahidchanel

Chanel Twitter coming soon~ In syaa Allah

Barakallāhu fiikum 🌷

Saturday, 7 November 2015

Akhlak2 karkun2 Jemaah Tabligh di Facebook@media sosial bila tidak ada dalil dan hujah

Akhlak pengganut2 jemaah tabligh fisabil ilyas yang:

1.Khuruj 3hari-10hari setiap bulan,

2.40 hari~4bulan setiap tahun

3.Amal 5 amal masjid

4.Dengar taklim Masturat

5.Kluar jemaah masturat(suami dan isteri)3hari,40 hari,2bulan..

6.Khidmad markaz tempatan,nizamudin india, pakistan,bangladesh..

Hasilnya di media sosial???bila tiada dalil dalam penghujahan..saksikan sendiri dan nilai sejauh manakah kebenaran klaim2 mereka yg mengatakan "khuruj "dan "jihad nafsu"..asbab amalan 6sifat tabligh mereka..

Friday, 2 October 2015

Dalil para ulama tabligh untuk menolak hudud

Saksikan dalil ilmiah bagaimana puak2 karkun menepis perlunya tertegak hukum Allah menggunakan dalil akal mereka..

Saturday, 25 April 2015

Berhujah menggunakan mimpi???

Berhujjah Dengan Mimpi-Mimpi
Hujjah yang paling lemah adalah hujjah suatu kaum yang menyandarkan kepada mimpi-mimpi untuk melaksanakan atau meninggalkan suatu amalan. Mereka biasanya berkata, “Kami bermimpi bertemu dengan si fulan, -biasanya seseorang yang shalih-, lalu dia berkata kepada kami, ‘Tinggalkan amalan itu, dan lakukan amalan ini!” Sebagian yang lain berkata, “Aku bermimpi (berjumpa) Rasulullah di waktu tidur, lalu beliau berkata begini dan memerintahkan begitu,”kemudian mengamalkan atau meninggalkan suatu amalan berdasarkan mimpinya itu, berpaling dari batasan-batasan yang telah dibuat oleh syari’at.”

Jelas itu suatu kesalahan. Karena, menurut syari’at, selain mimpi para nabi sama sekali tidak bisa diambil sebagai hukum. Mimpi-mimpi tersebut harus dikembalikan kepada hukum-hukum syari’at yang ada. Kalau cocok dengan hukum syari’at, maka mimpi tersebut boleh diamalkan, namun bila tidak cocok, maka wajib ditinggalkan dan dijauhi. Mimpi bisa kita jadikan sebagai kabar gembira atau peringatan saja ; tidak bisa dijadikan ketetapan hukum. Dan tidak bisa kita berkata, “Mimpi adalah satu bagian dari kenabian yang tidak boleh diabaikan. Bisa jadi yang mengabarkan dalam mimpi itu adalah Rasulullah, karena beliau bersabda:

"Artinya : Barangsiapa melihatku di waktu tidur maka dia benar-benar telah melihatku, karena syetan tidak dapat menyerupaiku.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6993, Muslim no. 2266 dari Abu Hurairah. Diriwayatkan juga oleh Al-Bukhari no. 6994 dari Anas no. 6997 dan dari Abu Said Al-Khudri ; serta Muslim no. 2268 dari Jabir]

Jadi pengabaran beliau pada saat tidur (mimpi) sama seperti pengabaran beliau pada saat terjaga.

(Tidak bisa kita berkata seperti perkataan di atas), karena:
[1]. Jika mimpi adalah salah satu bagian dari kenabian, maka mimpi tersebut bukan merupakan wahyu secara keseluruhan, melainkan hanya sebagiannya saja. Sedangkan satu bagian itu tidak bisa menduduki tempat secara keseluruhan dalam segala sisi, melainkan hanya mendudukinya pada beberapa sisi saja. Mimpi bisa dipakai sebagai bentuk kabar gembira (bisyarah) dan peringatan (nidzarah) saja, tidak menjangkau aspek hukum.

[2]. Mimpi merupakan bagian dari kenabian di antara syaratnya adalah harus merupakan mimpi yang benar dari seorang yang shalih. Padahal terpenuhinya syarat-syarat tersebut jelas membutuhkan penelitian, sehingga bisa jadi terpenuhinya dan bisa pula tidak.

[3]. Mimpi sendiri terbagi-bagi. Ada mimpi yang merupakan mimpi biasa yang datangnya dari syetan; ada yang merupakan khayalan; dan ada juga yang merupakan rekaman peristiwa yang terjadi sebelum tidur. Kapan kita bisa menentukan mimpi yang benar sehingga bisa diambil sebagai patokan hukum dan mana mimpi yang tidak benar untuk kita tinggalkan?

Mimpi yang menggambarkan Rasulullah mengabarkan tentang suatu hukum pun perlu dilihat. Bila (di dalam mimpi orang tersebut) beliau mengabarkan tentang suatu hukum yang sesuai dengan syari’at, maka (pada hakekatnya) hukum yang dipegang adalah hukum yang telah ada (dalam syari’at) tersebut. Dan jika beliau mengabarkan tentang sesuatu yang menyelisihi (syari’at), maka itu mustahil. Karena setelah Rasulullah wafat, syari’at yang telah ditetapkan semasa hidupnya tidak akan manshukh (diganti dengan yang lainnya). Sebab agama Islam ini, meskipun Rasulullah telah wafat, ketetapan hukumnya tidak akan berubah dengan sebab mimpi seseorang. Karena hal itu suatu kebatilan menurut ijma’. Jadi barang siapa yang bermimpi (mendapati Rasulullah mengabarkan suatu hukum yang bertentangan dengan syari’at yang telah ada) itu, maka tidak boleh diamalkan. Dan pada saat tersebut kita katakana: Mimpi orang tersebut tidak benar. Karena kalau dia benar-benar (bermimpi) melihat Rasulullah, tentu beliau tidak akan mengabarkan sesuatu yang menyelisihi syari’at.

Sekarang, mari kita bicarakan makna sabda Rasulullah

“Artinya : Barangsiapa yang melihatku di waktu tidur, berarti ia telah melihatku.”

Dalam hal ini ada dua penafsiran, yaitu.

Pertama.
Makna hadist tersebut (adalah):

"Barangsiapa(bermimpi) melihatku sesuai bentuk di mana aku diciptakan maka ia telah melihatku; karena syetan tidak bisa menyerupaiku.”

Karena beliau tidak mengatakan, “Barang siapa yang berpendapat bahwa dia melihatku (dalam mimpi), maka dia telah melihatku”, tetapi mengatakan, “Barangsiapa melihatku (dalam mimpi) maka dia telah melihatku”. Darimana orang yang berpendapat bahwa dirinya melihat Rasulullah itu memastikan kalau yang dia lihat dalam mimpinya itu betul-betul wujud beliau? Jika dia tetap (bersikeras) telah melihat beliau, padahal dia tidak bisa memastikan kalau yang dilihatnya itu adalah betul-betul wujud beliau, maka ini adalah sesuatu yang sulit untuk dipercaya.

Kesimpulannya: Apa yang dilihat dalam mimpi seseorang bisa saja bukan Rasulullah, meskipun orang yang bermimpi meyakini bahwa itu adalah beliau.

Kedua.
Para ahli ta’bir mimpi berkata, “sesungguhnya syetan bisa mendatangi seseorang yang sedang tidur dalam bentuk tertentu, seperti dalam bentuk orang yang dikenal oleh yang bermimpi tersebut atau yang lainnya. Lalu (syetan) menunjukkannya kepada orang lain (sambil berkata): ‘Fulan ini adalah Nabi!’ Cara seperti itulah yang ditempuh syetan dalam menjalankan tipu dayanya terhadap orang yang bermimpi. Padahal, sosok Nabi mempunyai tanda-tanda tertentu. Kemudian, sosok yang ditunjukkan oleh syetan tersebut menyampaikan perintah atau larangan yang tidak sesuai dengan syari’at kepada orang (yang bermimpi). Orang yang bermimpi itu mengira kalau itu dari Rasulullah, padahal bukan, sehingga ucapan, perintah, atau larangan yang disampaikan dalam mimpi itu tidak boleh kita percaya.”

Jadi, jelaslah sudah permasalahan ini. Yaitu, bahwa suatu hukum tidak bisa diambil dari mimpi-mimpi sebelum dicocokkan terlebih dahulu dengan dalil, karena gambaran yang ada dalam mimpi kemungkinan tercampur dengan kebatilan.

Hanya orang-orang yang lemah hatinya sajalah yang berdalil dengan mimpi dalam masalah hukum-hukum (syar’i). Memang, bisa saja orang yang dilihat (dalam mimpi) itu datang dengan membawa pemberitahuan, kabar gembira, maupun peringatan secara khusus, akan tetapi para ahli ta’bir mimpi itu tidak menjadikannya sebagai pedoman dalam menentukan hukum dan membangun suatu kaidah. Memang sikap yang benar dalam menyikapi apa yang terlihat dalam mimpi adalah dengan selalu berpatokan dengan syari’at yang ada, wallahu a’lam.

Barangsiapa yang memperhatikan cara ahli bid’ah dalam berdalil, niscaya dia akan mengetahui bahwa mereka itu tidak memiliki alasan yang mapan. Karena alasan-alasan mereka itu terus saja mengalir berubah-ubah, tidak akan pernah berhenti pada satu alas an tertentu. Dan berdasarkan alasan-alasan itulah, orang-orang yang menyimpang dan orang-orang kafir mendasarkan penyimpanmgan dan kekufurannya, serta menisbatkan ajarannya itu kepada syari’at.

Barangsiapa yang tidak ingin terperosok ke dalam tindakan semacam itu, hendaknya mencari kejelasan jalan mana yang lurus baginya. Karena siapa yang berani meremehkan (hal ini), niscaya tangan-tangan hawa nafsu akan melemparkan kedalam berbagai kebinasaan yang tiada seorang pun dapat membebaskannya, kecuali bila Allah menghendaki lain.

Thursday, 23 April 2015

Shiah mengkafirkan sufi???mari muzakarah

AGAMA SYIAH MENGKAFIRKAN TASAWWUF (SUFI)!! (bagian 1)

Share @Saudara-saudaraku sesama ahlussunnnah, masyarakat sufi pengikut thariqat mu’tabarah adalah bagian dari ahlussunnah. Tasawwuf (sufi) sendiri adalah bagian dari pembahasan ulama ahlussunnah sampai imam Ibnu Taimiyyah (728 H) pun mengkhususkan 2 jilid dalam majmu’ fatawa untuk membahas tasawwuf (sufi), bahkan al-Hafizh ibnul qayyim (751 H) telah mensyarah kitab orang sufi Abdullah al-Anshari al- Harawi yang berjudul Manazil al- Sairin, dalam sebuah kitab yang berjudul

ﻣﺪﺍﺭﺝ ﺍﻟﺴﺎﻟﻜﻴﻦ ﺑﻴﻦ ﻣﻨﺎﺯﻝ ﺇﻳﺎﻙ ﻧﻌﺒﺪ ﻭﺇﻳﺎﻙ ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ

Memang kelompok tasawwuf (sufi) sama dengan kelompok lain dalam tubuh ahlussunnah memiliki pendapat yang benar sesuai dengan al-Quran dan assunnah dan memiliki pandangan atau amalan-amalan (ritual-ritual tertentu) yang tidak atau kurang sesuai dengan argument (dalil) al-Quran, sunnah dan salafush-shalih. Bahkan memiliki kemiripan dengan syiah (setali tiga uang) dalam beberapa hal (sama-sama mengkultuskan/menyembah sarang kuburan wali/imamiah), misal dalam sanad thariqat, konsep wilayah, dan sebagian tradisi, hingga IBnu Khaldun berkata:

ﻟﻮﻻ ﺍﻟﺘﺸﻴﻊ ﻟﻤﺎ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﺘﺼﻮﻑ

“Kalau bukan karena tasyayyu’ (syi'ah) niscaya tidak diketahui tashawwuf (sufi)”. Karena adanya sedikit kesamaan ini sehingga orang syiah sering membujuk kaum sufi untuk memusuhi ahlussunnah yang mengerti kesesatan syiah (dengan propaganda wahabi), padahal yang harus diketahui adalah: Syiah itu mengkafirkan kaum shufi!

#Syiah mengkafirkan Shufi:

¤Syaikh Syiah dan ahli haditsnya serta faqihnya yaitu al-Hurr al-Amili berkata dalam Risalah al-Itsna Asyariyyah:

ﻻ ﻳﻮﺟﺪ ﻟﻠﺘﺼﻮﻑ ﻭﺃﻫﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﺸﻴﻌﺔ ﻭﻛﻼﻡ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺫﻛﺮ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺬﻡ، ﻭﻗﺪ ﺻﻨﻔﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺩ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻛﺘﺒﺎً ﻣﺘﻌﺪﺩﺓ ﺫﻛﺮﻭﺍ ﺑﻌﻀﻬﺎ ﻓﻲ ﻓﻬﺮﺳﺖ ﻛﺘﺐ ﺍﻟﺸﻴﻌﺔ . ﻗﺎﻝ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺤﻘﻘﻴﻦ ﻣﻦ ﻣﺸﺎﺋﺨﻨﺎ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻳﻦ: ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻻﺳﻢ ﻭﻫﻮ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﺘﺼﻮﻑ ﻛﺎﻥ ﻣﺴﺘﻌﻤﻼ ﻓﻲ ﻓﺮﻗﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻜﻤﺎﺀ ﺍﻟﺰﺍﺋﻐﻴﻦ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ، ﺛﻢ ﺑﻌﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻧﺎﺩﻗﺔ ﻭﺃﻫﻞ ﺍﻟﺨﻼﻑ ﻣﻦ ﺃﻋﺪﺍﺀ ﺁﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﻛﺎﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ ﻭﺳﻔﻴﺎﻥ ﺍﻟﺜﻮﺭﻱ ﻭﻧﺤﻮﻫﻤﺎ، ﺛﻢ ﺟﺎﺀ ﻓﻴﻤﻦ ﺟﺎﺀ ﺑﻌﺪﻫﻢ ﻭﺳﻠﻚ ﺳﺒﻴﻠﻬﻢ ﻛﺎﻟﻐﺰﺍﻟﻲ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻨﺎﺻﺒﻴﻦ ﻷﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ .. ﺛﻢ ﺳﺮﻯ ﺍﻷﻣﺮ ﺇﻟﻰ ﺗﻌﻠﻖ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﻃﺮﻳﻘﺘﻬﻢ ﻭﺻﺎﺭ ﻣﻦ ﺗﺒﻊ ﺑﻌﺾ ﻣﺴﺎﻟﻜﻬﻢ ﺳﻨﺪﺍً ﻟﻬﻢ .. ﻭﺻﺎﺭ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩﻫﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻮﺍﺻﺐ ﻭﺍﻟﺰﻧﺎﺩﻗﺔ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻖ، ﻓﺘﺮﻛﻮﺍ ﺃﻣﻮﺭ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ … ﺭﻭﻯ ﺷﻴﺨﻨﺎ ﺍﻟﺠﻠﻴﻞ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺑﻬﺎﺀ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻌﺎﻣﻠﻲ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻜﺸﻜﻮﻝ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻻ ﺗﻘﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ ﺣﺘﻰ ﻳﺨﺮﺝ ﻗﻮﻡ ﻣﻦ ﺃﻣﺘﻲ ﺍﺳﻤﻬﻢ ﺻﻮﻓﻴﺔ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﻣﻨﻲ ﻭﺇﻧﻬﻢ ﻳﻬﻮﺩ ﺃﻣﺘﻲ ﻭﻫﻢ ﺃﺿﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻭﻫﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻨﺎﺭ ” ( ــ ﺭﺳﺎﻟﺔ ﺍﻹﺛﻨﻲ ﻋﺸﺮﻳﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﻮﻓﻴﺔ ﺹ 13 16 – ﻟﻠﺤﺮ ﺍﻟﻌﺎﻣﻠﻲ

“Tidak ada penyebutan tasawwuf (sufi) dan orang-orangnya di dalam kitab –kitab syiah serta dalam ucapan para imam alaihimussalam melainkan dengan celaan. Mereka (syiah) telah mengarang kitab-kitab untuk membantah shufi (tasawwuf), mereka menyebutkan sebagiannya dalam fahrasat kutub al-Syiah.

#Sebagian guru kami yang ahli tahqiq di zaman ini berkata:

•Ketahuilah bahwa nama ini yaitu #tasawwuf (sufi), dulu dipakai untuk sekelompok ahli hikmah yang #sesat, jauh dari kebenaran, kemudian setelah itu digunakan untuk jamaah kaum #zindiq dan ahli khilaf (sunni) dari musuh-musuh keluarga Muhamad, seperti #Hasan Bashri dan #Sufyan al-Tsauri dan sejenisnya. Kemudian setelah mereka datang dan mengikuti jejak mereka seperti #al- Ghazali gembong kaum nashibi (musuh ahlulbait)….kemudian masalahnya sampai pada bergantungnya sebagian mereka pada semua #thariqat mereka dan orang yang mengikuti sebagian jalan mereka menjadi pendukung mereka…dan mereka meyakini bahwa kaum #nawashib dan kaum #zindiq adalah orang-orang yang berada di atas kebenaran, sehingga mereka meninggalkan perkara syariat..

¤Syaikh kami Syaikh Bahauddin Muhammad al-Amili dalam kitab al- Kasykul berkata:

¤Nabi i bersabda: tidak datang kiamat sehingga keluar satu kaum dari umatku namanya #Shufiyyah , mereka bukan dariku dan mereka itu adalah yahudinya umatku, #mereka lebih sesat dari pada orang kafir, dan mereka adalah ahli neraka .” (Risalah al-Itsnay Asyariyyah fi al-Radd ala al- Shufiyyah, halaman 13- 16, karya al- Hurr al-amili.

#Kemudian dia membuat satu pasal dengan judul “ celaan-celaan syaikh- syaikh shufi, dan bolehnya melaknat orang ahli bid’ah dan orang yang menyelisihi serta berlepas diri dari mereka!!!

#Kemudian dia menyebut riwayat- riwayat dan ucapan dalam mencela kaum shufi, melaknat mereka dan menfitnah mereka!. (lihat al-Hurr al- Amili )

#Jadi ucapan Syiah: kami tidak ada masalah dengan kaum shufi dan ahlussunnah lainnya tidak ada masalah, tidak ada perselisihan, akan tetapi perselisihan itu antara kami dan salafiyyah atau wahhabiyyah tidak memiliki pijakan kebenaran sama sekali. Selain sebagai dusta, ini hanyalah strategi semata untuk memecah belah antara ahlussunnah waljamaah, agar ahlusunnah geger sendiri, perang sendiri , atau agar sebagaian ahlussunnah diam bila kelompok ahlussunnah yang dicap sebagai wahabi oleh syiah diserang atau sebaliknya, supaya syiah yang akhirnya menang dalam pertarungan ini atau menang dalam menengkspor revolusi iran ke Indonesia dan seluruh dunia islam. hal ini tidaklah samar atas ahlussunnah yang sadar dan mengerti tipu muslihat Syiah1 .

#Melalui mimbar yang mulia ini saya mengajak kaum cerdik sufi agar tidak mau diadu domba, dan mengajak kaum cerdik syiah agar memerangi cara-cara yang merusak ini.

#Dunia sekarang sudah mengetahui kitab-kitab syiah, mengetahui cara- cara licik syiah, maka kaum cerdik tidak akan terperdaya, dan kaum cerdik syiah harus mengingkari kitab syiah yang berisi kekufuran ini, yang berisi pengkafiran terhadap para sahabat dan istri Nabi i, bahkan pengkafiran terhadap seluruh ahlussunnah termasuk kaum shufi.

#Nantikan makalah “Syiah mengkafirkan kaum Shufi dan pengikut Thariqat” bagian 2.

Sumber http://www.dd-sunnah.net/forum/ showthread.php?t=162690

Sufi&shiah asalnya satu pohon ,dua cabang berbeza

Mengapa Firqah Tasawwuf (sufi) setali tiga uang dengan Tasyayyu' (syi'ah)?

#Jawabannya,

¤ Siapapun yang mengetahui hakikat Tasawwuf (Sufi) dan Tasyayyu' (Syi'ah), ia akan mendapatkan keduanya seperti pinang dibelah dua. Keduanya berasal dari sumber yang sama, dan memiliki tujuan yang sama. Oleh karena itu, kedua firqah ini memiliki kesamaan dalam pemikiran dan aqidah.

#Di antara persamaan dua golongan tersebut ialah sebagai berikut.

#Pertama.
Kaum Syi'ah mengaku memiliki ilmu khusus yang tidak dipunyai kaum muslimin selain mereka. Mereka menisbatkan kedustaan ini kepada Ahlul bait (keluarga nabi) dengan seenak perutnya. Mereka juga mengklaim memiliki mushaf (Al- Qur`ân) tersendiri, yang mereka sebut Mushaf Fathimah. Menurut keyakinan mereka, mushaf ini memiliki kelebihan tiga kali lipat lebih bagus dibandingkan dengan Al-Qur`ân yang ada di tangan kaum muslimin.[1] Mereka menganggap Muhammad diutus dengan tanzil, sedangkan Ali diutus dengan takwil.
#Rujukan (Firaq asy Syiah hal.38).

#Demikian pula orang-orang Sufi, mereka menganggap memiliki ilmu hakikat. Sedangkan orang dari luar kalangan mereka, hanya baru sampai pada tingkat ilmu syariat. Mereka beranggapan, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’alamenganugerahkan ilmu laduni kepada mereka, saat orang-orang selain mereka mesti menimba ilmu dengan susah payah dari orang-orang para ulama. Bahkan salah seorang tokoh Sufi , yaitu al-Busthami sampai berkoar: "Kami telah menyelam di dalam lautan ilmu, dan para nabi berdiri di tepinya".

#Rujukan (al Futuhat al Makiyyah 1/37). Demikian, persamaan antara Sufi dan Syiah dalam masalah ilmu kebatinan.

#Kedua.
Orang-orang Syi'ah mengkultuskan imam-imam mereka dan menempatkan imam-imam itu dengan kedudukan yang lebih tinggi dari para malaikat dan para rasul. Mereka mengatakan, kami adalah katub pengaman bagi penduduk bumi sebagaimana bintang-bintang menjadi pengaman bagi penduduk langit. Apabila para imam diangkat dari muka bumi -walaupun sekejap- maka bumi dan para penduduknya ini akan hancur.

#Rujukan (Kamaaluddin Tamaamunni’mah Ibnu babuyah al Qummi 1/208)

#Khumaini, salah seorang tokoh Syi'ah berkata:

¤"Di antara keyakinan madzhab (baca: agama) kami (syiah), bahwasanya imam- imam kami memiliki kedudukan yang tidak bisa diraih, sekalipun oleh para malaikat dan para rasul".

#Rujukan (al Hukuumah al Islamiyah)

¤Bahkan orang-orang Syi'ah memberikan sifat ketuhanan kepada para imam itu, dan menganggap mereka mengetahui segala sesuatu, meski sekecil apapun di alam ini.

#Sifat seperti ini pula yang disematkan orang-orang Sufi kepada orang-orang yang mereka anggap sebagai wali. Katanya, "para wali" itu ikut berperan dalam pengaturan alam semesta ini, dan mengetahui ilmu ghaib. Oleh karenanya, orang-orang Sufi membentuk suatu badan khusus yang terdiri dari para wali mereka. Tugas badan khusus ini adalah mengatur alam dan seisinya.

Hal ini dinyatakan oleh seorang tokoh Sufi, Ahmad bin Mubarak as- Saljamani al-Maghribi, dalam mensifati badan ini, ia berkata: "Aku mendengar Syaikh 'Abdul 'Aziz ad- Dabbâgh #Rujukan (DALAM KITAB ‘UQUDUL ALMAS BIMANAQIBIL)-mengatakan,'Badan khusus ini terdapat di Gua Hira yang dahulu dijadikan sebagai tempat berkhalwat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum beliau diutus".[7]

Dia juga beranggapan, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi badan khusus tersebut. Jika datang, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di tempat orang yang membutuhkan pertolongan.[8] Kemudian, waktu pengaktifan badan tersebut, ialah saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan, karena – katanya- merupakan waktu yang mustajâbah[9] . Dengan pernyataan ini,maka tidak tersisa lagi hak pengaturan alam semesta bagi Allah Ta'ala. Padahal, hanya milik Allah Azza wa Jalla hak untuk mencipta dan mengatur segala urusan. Maha suci Allah dari apa yang mereka katakan.

#Ketiga. Anggapan bahwa agama ini memuat perkara zhahir dan batin telah menjadi kesepakatan antara Syi'ah dan Sufiyyah. Menurut mereka, hal yang batin adalah suatu hakikat yang tidak diketahuinya kecuali oleh para imam dan para
wali. Sedangkan yang zhahir ialah apa yang terdapat dalam masalah nash-nash yang dipahami oleh orang kebanyakan.

¤Dr Abu al-'Ala' al-'Afifi menjelaskan dekade munculnya anggapan batil ini merasuki aqidah Islamiyyah dengan berkata: "Munculnya pembagian agama kepada syariat dan hakikat, ialah ketika ada pembagian agama menjadi zhahir dan batin. Pembagian seperti ini tidak dikenal oleh kaum muslimin generasi pertama. Pemikiran seperti ini muncul ketika Syi'ah mengatakan bahwa segala sesuatu ada yang zhahir dan batin, Al- Qur`ân ada yang zhahir dan yang batin. Bahkan menurut anggapan mereka, setiap ayat dan kalimat memuat pengertian zhahir dan yang batin. Dan hal-hal yang batin ini tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali orang-orang khusus dari para hamba Allah, yang khusus dipilih untuk memperoleh keutamaan ini. Sehingga semua rahasia-rahasia Al-Qur`ân akan terbuka untuk mereka. Oleh karena itu, mereka memiliki metode khusus dalam menafsirkan Al-Qur`ân yang akhirnya melahirkan berbagai takwil kebatinan terhadap nash-nash Al-Qur`ân dan bisikan-bisikan khayalan mereka, yang dikenal dengan istilah ilmu bathin. Menurut mereka, hasil penafsiran diwariskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada 'Ali bin Abi Thâlib. Lantas diwariskan dari beliau kepada orang-orang yang memiliki ilmu batin yang menamakan diri dengan sebutan al-Waratsah (para ahli waris).

#Demikian pula orang-orang Sufi, mereka menempuh jalan takwil ini dalam memahami Al-Qur`ân dan banyak mengambil istilah yang dipakai oleh orang-orang Syi'ah. Dengan demikian, kita mengetahui hubungan yang begitu erat antara orang Syi`ah dengan orang Sufiyyah". [10]

#Keempat.
Pengagungan terhadap kuburan serta kunjungan-kunjungan ke makam-makam merupakan salah satu dasar akidah Syi'ah. Mereka itulah golongan pertama yang membangun makam-makam dan menjadikannya sebagai syiar.[11] Kemudian muncul orang-orang Sufi yang syiar terbesarnya ialah pengagungan terhadap kuburan, membangun dan menghiasinya, melakukan thawaf (mengelilinginya) untuk meminta berkah dan meminta pertolongan kepada penghuninya. Bahkan kuburan Ma'rûf al-Kurkhi - salah seorang tokoh Sufi dari kalangan mereka- dijadikan sebagai salah satu obat yang mujarab.[12]

#Kelima.
Pakaian Sufiyyah. Orang- orang Sufi beranggapan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakaikan satu pakaian kepada 'Ali kemudian 'Ali memakaikan pakaian ini kepada al-Hasan al-Bashri. Dan katanya, dari beliau inilah orang-orang Sufi mengambilnya.[13]

¤Dr. Kâmil asy-Syaiby telah menulis sebuah kitab yang menjelaskan kuatnya hubungan antara Syi'ah dan Sufiyyah berdasarkan perjalanan sejarah. Kesesuaian antara Syi'ah dan Sufiyyah tidak terbatas pada masalah perkataan dan keyakinan saja, akan tetapi meluas kepada perbuatan sebagaimana ketika mereka bekerjasama dengan musuh untuk menghancurkan Daulah Islamiyyah yang syar'i dan membuka jalan agar musuh bisa masuk ke negeri kaum muslimin, khususnya pada masa kekhilafahan 'Abbasiyyah, mereka berhasil merebut sebagian wilayah kaum muslimin, menyebarkan ajaran zindiq dan ilhad. Hingga akhirnya Shalahuddin al Ayyubi berhasil menumpas salah satu dari mereka, yaitu kelompok al-Abidiyyah al- Majusiyyah, dan mengembalikan Daulah Islam kepada kaum muslimin. Juga, ketika kaum muslimin berusaha untuk membersihkan Daulah Islam dari para salibis, ternyata orang-orang Syi'ah Rafidhah, seperti an-Anashir ath-Thusi dan Ibnul-Alqami justru membantu tentara Mongol untuk masuk ke ibukota Daulah Islamiyyah, Baghdad, dan melakukan perusakan serta pembantaian terhadap kaum muslimin.

¤"Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

"Musuh-musuh Islam berhasil masuk Baghdad lantaran bantuan dari kaum munafiqin, seperti orang-orang Isma'iliyyah dan Nashiriyyah. Mereka berhasil menguasai negeri Islam, menjadikan para wanita sebagai tawanan, merampas harta, menumpahkan darah. Apa yang dialami oleh kaum muslimin ini, ialah karena bantuan yang diberikan mereka kepada musuh-musuh Islam sehingga terjadi kerusakan, yang Allah Maha Mengetahui besarnya kerusakan tersebut."[14]

#Demikian pula yang dilakukan orang-
orang Sufiyyah, mereka banyak membantu musuh-musuh Islam untuk merebut negeri Islam dari tangan kaum muslimin. Sebagai contoh, yaitu ketika mereka membantu tentara Perancis saat merebut kota Qairawan.

#Demikin pula campur tangan mereka, sehingga tentara Perancis bisa menginjakkan kakinya di al-Jazair. Bahkan salah seorang tokoh mereka, Ahmad at-Tijani berkata: "Sesungguhnya wajib bagi kami untuk membantu tentara Perancis, baik secara materi maupun politik". Dan banyak peristiwa-peristiwa lainnya yang sangat merugikan kaum muslimin, dan ternyata banyak mendapatkan dukungan, baik dari orang Syi'ah maupun orang-orang Sufiyyah.

#Demikian, sebagian titik persamaan antara Syi'ah dan Tharikat Sufiyyah. Sehingga jelaslah bagi kita, bahwasanya mereka berasal dari sumber yang satu. Untuk itu, wajib baik kita untuk mewaspadainya.
"Wallahu a'lam."

1¤ (Diringkas dari: al-Jamâ'at al- Islâmiyyah fî Dhau`il Kitâbi was- Sunnah bi-Fahmi Salafil-Ummah, karya Syaikh Salîm bin 'Id al-Hilâli, Dârul Atsariyyah, Tahun 1425H-2004M, halaman 115-127) Mahad AsSunnah."

Friday, 17 April 2015

1 GOLONGAN MEMERANGI 72 GOLONGAN BATHIL

JALAN YANG SATU (1)

Firman Allah SWT:

وَلاَ تَكُونُواْ مِنَ الْمُشْرِكِــيْنَ . مِنَا لَّذِينَ فَرَّقُواْدِيْنَهُمْ 
وَكَــانُواْ شِيَعًا كُلُّ حِزْبِ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونْ 

“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
(QS. Ar Rum: 31-32)

Rasulullah SAW bersabda:

“Kaum Yahudi terpecah belah menjadi 71 golongan, kaum Nasara (Nasrani) terpecah belah menjadi 72 golongan, dan umat ini (Islam) akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semua masuk Neraka kecuali satu. Mereka adalah Al Jama’ah.
Lalu sahabat bertanya: “Siapa Al Jama’ah itu ya Rasulullah?”
Rsulullah SAW bersabda: “Apa yang aku dan para sahabatku meniti di atasnya.”
Dalam riwayat yang lain: “Siapa saja yang berdiri di atas jalanku dan para sahabatku.”
(HR. Ahmad dan yang lain, hadits shahih)

Ciri-ciri dari golongan yang selamat:
1. Golongan yang selamat ialah orang yang mengikuti manhaj (jalan) Rasulullah dalam hidupnya, serta manhaj para sahabat sesudahnya.
2. Golongan yang selamat akan kembali (merujuk) kepada Kalamullah (perkataan Allah) dan RasulNya tatkala terjadi perselisihan dan pertentangan di antara mereka.
3. Golongan yang selamat tidak mendahulukan perkataan seseorang atas Kalamullah dan RasulNya.
4. Golongan yang selamat senantiasa menjaga kemurnian tauhid (mengesakan Allah dan menjauhkan perbuatan syirik).
5. Golongan yang selamat senang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah, baik dalam ibadah, akhlak, dalam kehidupannya. 
6. Mereka adalah para ahli hadits.
7. Mereka mengingkari hukum manusia yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
8. Golongan selamat jumlahnya sangat sedikit di tengah banyaknya umat manusia.
9. Golongan selamat banyak difitnah dan dihinakan dengan gelaran yang buruk.
10. Mereka adalah orang-orang salaf (terdahulu) dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.

Wednesday, 15 April 2015

Khutbah terakhir Nabi saw


 

KHUTBAH TERAKHIR NABI MUHAMMAD SAW.

 

Tarikh : 9hb. Zulhijjah Tahun 10 Hijriah

Tempat : Lembah Uranah, Gunung Arafah.

قَالَ ابْنُ إسْحَاقَ : ثُمّ مَضَى رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ عَلَى حَجّهِ فَأَرَى النّاسَ مَنَاسِكَهُمْ وَأَعْلَمَهُمْ سُنَنَ حَجّهِمْ وَخَطَبَ النّاسَ خُطْبَتَهُ الّتِي بَيّنَ فِيهَا مَا بَيّنَ فَحَمِدَ اللّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمّ قَالَ أَيّهَا النّاسُ اسْمَعُوا قَوْلِي ، فَإِنّي لَا أَدْرِي لَعَلّي لَا أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِي هَذَا بِهَذَا الْمَوْقِفِ أَبَدًا ؛

 أَيّهَا النّاسُ إنّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ إلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا ، وَكَحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هَذَا ، وَإِنّكُمْ سَتَلْقَوْنَ رَبّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ وَقَدْ بَلّغْت ، فَمَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ أَمَانَةٌ فَلِيُؤَدّهَا إلَى مَنْ ائْتَمَنَهُ عَلَيْهَا ، وَإِنّ كُلّ رِبًا مَوْضُوعٌ وَلَكِنْ لَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ . قَضَى اللّهُ أَنّهُ لَا رِبَا ، وَإِنّ رِبَا عَبّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطّلِبِ مَوْضُوعٌ كُلّهُ وَأَنّ كُلّ دَمٍ كَانَ فِي الْجَاهِلِيّةِ مَوْضُوعٌ وَإِنّ أَوّلَ دِمَائِكُمْ أَضَعُ دَمُ [ ص 604 ] ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الْمُطّلِبِ ، وَكَانَ مُسْتَرْضَعًا فِي بَنِي لَيْثٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ فَهُوَ أَوّلُ مَا أَبْدَأُ بِهِ مِنْ دِمَاءِ الْجَاهِلِيّةِ . أَمّا بَعْدُ.

 أَيّهَا النّاسُ فَإِنّ الشّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ مِنْ أَنْ يُعْبَدَ بِأَرْضِكُمْ هَذِهِ أَبَدًا ، وَلَكِنّهُ إنْ يُطَعْ فِيمَا سِوَى ذَلِكَ فَقَدْ رَضِيَ بِهِ مِمّا تَحْقِرُونَ مِنْ أَعْمَالِكُمْ فَاحْذَرُوهُ عَلَى دِينِكُمْ أَيّهَا النّاسُ إنّ النّسِيءَ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلّ بَهْ الّذِينَ كَفَرُوا ، يُحِلّونَهُ عَامًا وَيُحَرّمُونَهُ عَامًا ، لِيُوَاطِئُوا عِدّةَ مَا حَرّمَ اللّهُ فَيَحِلّوا مَا حَرّمَ اللّهُ وَيُحَرّمُوا مَا أَحَلّ اللّهُ وَإِنّ الزّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللّهُ السّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَإِنّ عِدّةَ الشّهُورِ عِنْدَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَةٌ وَرَجَبُ مُضَرَ ، الّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ . أَمّا بَعْدُ.

 أَيّهَا النّاسُ فَإِنّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقّا ، وَلَهُنّ عَلَيْكُمْ حَقّا ، لَكُمْ عَلَيْهِنّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ وَعَلَيْهِنّ أَنْ لَا يَأْتِينَ بِفَاحِشَةِ مُبَيّنَةٍ فَإِنْ فَعَلْنَ فَإِنّ اللّهَ قَدْ أَذِنَ لَكُمْ أَنْ تَهْجُرُوهُنّ فِي الْمَضَاجِعِ وَتَضْرِبُوهُنّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرّحٍ فَإِنْ انْتَهَيْنَ فَلَهُنّ رِزْقُهُنّ وَكُسْوَتُهُنّ بِالْمَعْرُوفِ وَاسْتَوْصُوا بِالنّسَاءِ خَيْرًا ، فَإِنّهُنّ عِنْدَكُمْ عَوَانٌ لَا يَمْلِكْنَ لِأَنْفُسِهِنّ شَيْئًا ، وَإِنّكُمْ إنّمَا أَخَذْتُمُوهُنّ بِأَمَانَةِ اللّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنّ بِكَلِمَاتِ اللّهِ فَاعْقِلُوا أَيّهَا النّاسُ قَوْلِي ، فَإِنّي قَدْ بَلّغْت ، وَقَدْ تَرَكْت فِيكُمْ مَا إنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلّوا أَبَدًا ، أَمْرًا بَيّنًا ، كِتَابَ اللّهِ وَسُنّةَ نَبِيّهِ .

أَيّهَا النّاسُ اسْمَعُوا قَوْلِي وَاعْقِلُوهُ تَعَلّمُنّ أَنّ كُلّ مُسْلِمٍ أَخٌ لِلْمُسْلِمِ وَأَنّ الْمُسْلِمِينَ إخْوَةٌ فَلَا يَحِلّ لِامْرِئِ مِنْ أَخِيهِ إلّا مَا أَعْطَاهُ عَنْ طِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ فَلَا تَظْلِمُنّ أَنَفْسَكُمْ اللّهُمّ هَلْ بَلّغْت ؟ فَذُكِرَ لِي أَنّ النّاسَ قَالُوا : اللّهُمّ نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ اللّهُمّ اشْهَدْ [ ص 605 ]

 

Wahai manusia, dengarlah baik baik apa yang hendakku katakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Wahai manusia, sepertimana kamu menganggap bulan ini, dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanah kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.

Janganlah sakiti sesiapa pun, agar orang lain tidak menyakiti kamu pula.Ingatlah bahawa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu, dan dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba', oleh itu segala urusan yang melibatkan riba' di batalkan mulai sekarang.

Berwaspada lah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara perkara besar, maka berjaga jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara perkara kecil.

Wahai manusia , sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai hak di atas kamu.Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu, maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu ata mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

Wahai manusia dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini,sembahlah ALLAH, dirikan sembahyang lima kali sehari, berpuasalah di bulan Ramadhan,dan tunaikan zakat dan harta kekayaan kamu, kerjakan ibadah Haji sekiranya kamu mampu. Ketahuilah bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama, tidak saorang pun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam Taqwa dan Beramal Solleh.

Ingatlah, bahawa kamu akan mengadap ALLAH pada suatu hari untuk di pertanggungjawabkan di atas segala apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu, awasilah agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku. Wahai maanusia, tidak ada lagi Nabi dan Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah disampaikan kepada kamu.

Sesunguhnya, aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikut kedua keduanya, nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, itulah Al-Quran dan Sunnahku. hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku, menyampaikannya kepada orang lain, dan hendaklah orang lain itu menyampaikan pula kepada yang lain. Semoga yang terakhir lebih memahami kata-kataku dari mereka yang mendengar terus dariku.

Saksikan ya-ALLAH, bahawasanya telah aku sampaikan risalahMU kepada hamba hambaMU.

 

Tuesday, 14 April 2015

Taqiah sufi,syiah&tarekat

Pendapat Ulama Syiah tentang Taqiyah.

Setelah memerhatikan pendapat ulama ASWJ tentang dibolehkan Taqiyah, sekarang mari kita dengarkan pula, apa pandangan sebenar ulama Syiah tentang perkara ini, dan jangan dengar dari pihak syaitan sahaja. Mereka itu ialah musuh yang nyata, mahukan keretakan ummah Muhammad dan suka melihat permusuhan antara saudara.

al-Shaykh Muhammad Ridha al-Mudhaffar, di dalam bukunya “Aqaid al Imamiyah” menyebutkan:

Al Taqiyah perlu mengikuti syarat-syarat khusus dan hanya boleh digunakan dalam keadaan wujudnya unsur-unsur bahaya. Syarat-syarat ini, yang banyak dibincangkan di dalam buku-buku fiqah juga turut dinyatakan keadaan bahaya yang bagaimana yang membenarkan penggunaannya. Bukanlah wajib mandatori untuk mengamalkan taqiyah pada setiap masa, malah, bertentangan dengan pandangan umum, dibolehkan atau kadang-kadang PERLU untuk meninggalkannya.  Contohnya, dalam keadaan apabila kita menyatakan kebenaran akan lebih baik untuk perjuangan agama dan memberikan faedah yang lebih “direct” kepada Islam. Dalam keadaan ini, adalah lebih baik sekiranya kita mengorbankan nyawa dan harta kita. Sedikit tambahan, Taqiyah diharamkan jika keadaan kita bertaqiyah akan menyebabkan kematian orang yang tidak bersalah atau akan menyebabkan tersebarnya kejahatan atau akan menyebabkan kesan negatif terhadap agama Islam.

Apapun, Taqiyah, seperti yang dipegang oleh Syiah, tidak menjadikan mereka sebagai satu kumpulan rahsia yang hanya mahu merosakkan dan memusnahkan, seperti yang didakwa oleh musuh syiah(contohnya tenterdajjal.blogspot.com), mereka melemparkan tuduhan memahami atau cuba untuk memahami pandangan kami dalam hal ini.

Ia juga tidak menjadikan Syiah melarang ilmu-ilmu dalam mazhabnya dibuka kepada mereka yang berada dalam mazhab yang sama. Bagaimana mungkin ini benar sedangkan buku-buku Syiah tersebar luas memaparkan pandangan dan ajaran mazhab kami dalam bidang Fiqh, Kalam dan Aqidah dengan jumlah cetakannya lebih dari mencukupi bagi mana-mana kumpulan yang ingin menyebarkan ajarannya.


Imam Khomeini dalam bukunya Kerajaan Islam turut  menyebutkan perkara yang serupa iaitu Taqiyah ialah satu medium yang mana digunakan oleh pengikut agama Islam untuk menyelamatkan nyawanya dengan mengatakan atau berbuat sesuatu berlainan dengan kepercayaan hatinya dengan syarat wujudnya bahaya kepada nyawa. Bagaimanapun, beliau melarang sebarang taqiyah apabila mendatangkan kesan buruk kepada agama Islam. Contohnya bertaqiyah dengan menjadi hamba kepada pemimpin, yang menyebabkan kita membuat bidaah di dalam agama atau apa sahaja kerosakan.

Begitu juga jumhur ulama Syiah juga berpendapat tidak jauh berbeza dengan apa yang saya kemukakan di atas. Pengkaji kebenaran boleh lawati mana-mana laman web Syiah bagi membuktikan perkara ini. Antaranya di laman Islamic Laws yang merupakan satu laman mengumpulkan pendapat dan fatwa ulama-ulama tinggi syiah.

Kesesatan Manzil maulana zakaria(penulis fadhail amal)

Kedudukan taraf "Manzil" Maulana Muhammad Zakaria Khandalawi

Terdapat hadis-hadis yang menceritakan tentang sesuatu fadhilat atau kelebihan surah dan ayat-ayat tertentu dalam al-Quran seperti:

1. Kelebihan Surah Al-Fatihah:
Hadis Ubai bin Ka’ab riwayat Ibn Hibban 772, Al-Hakim 1/558, Ibn Khuzaimah 500 dan Tirmizi 2875.
Tirmizi mengatakan ianya Hasan Sahih dan juga dinilai Sahih dalam Al-Targhib wa al-Tarhib no.2150.

2. Keseluruhan surah Al-Baqarah dan Ali ‘Imran:
Hadis Abu Hurairah r.a riwayat Imam Muslim 804.

3. Ayat 255 surah al-Baqarah (ayat al-Kursi):
Hadis Ubai bin Ka’ab riwayat Muslim 810, Abu Daud 1460 dan Ahmad 5/142.

4. Penutup Surah Al-Baqarah (ayat 285 dan 286):
Hadis Ibnu Abbas riwayat Muslim 806, An-Nasaie 2/138 dan Al-Hakim 1/558.

5.10 ayat terakhir surah Ali-‘Imran (190-200):
Hadis ‘Aisyah r.ha riwayat Ibnu Hibban dalam Sahihnya 619.

6. Surah Al-Ikhlas: 
Hadis Muaz bin Jabal r.a riwayat Imam Ahmad 3/437 dan dinilai Sahih oleh Albani dalam Sahih al-Jami’ As-Saghir no.6472. Hadis Abu Hurairah r.a riwayat Imam Bukhari 5013, Imam Muslim 812 dan Tirmizi 2900.

7. Surah Al-Falaq dan An-Nas:
Hadis ‘Uqbah r.a riwayat Muslim 813, Tirmizi 2902, An-Nasaie 2/158 dan Abu Daud 1462. Hadis Jabir r.a riwayat Ibnu Hibban dalam Sahihnya 793 dan Al-Hakim 2/540. Disahkan serta dipersetujui oleh Az-Zahabi.

Adapun mengenai ayat-ayat lain dalam surah-surah tertentu seperti:

Surah Al-A'raaf ayat 54-56; Surah Al-Isra Ayat 110-111, Surah Al-Mu'minun ayat 115-118; Surah As-Shaffat ayat 1-11; Surah Ar-Rahman ayat 33-40; Surah Al-Hasyr ayat 21-24; Surah Al-Jin ayat 1-4 ,

tidaklah ditemui hadis atau dalil yang menyebut akan kelebihan dan fadhilatnya dalam perkara-perkara tertentu apatah lagi jika dikatakan ianya sebagai ayat penyembuh.

Walau bagaimanapun secara umumnya keseluruhan Al-Quran itu sebenarnya adalah penyembuh sebagaimana firman Allah:

"Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian."
[QS al-Isra': 82]

Maka, secara kesimpulannya, adalah lebih baik sekiranya kita mengamalkan dengan membaca dan menghayati keseluruhan isi kandung Al-Quran itu.

Antara kesesatan jemaah tabligh sri petaling&nizamudin

Mempromosi syiah chistiah,tarekat yang dinasabkan pada Ali r.a hakikatnya rekaan syiah dengan menjual nama Ali r.a walhal Ali r.a tidak pernah mengajar sebarang zikir tarekat bahkan mempromosi ajaran syiah..

Tasawuf sesat

Tasawuf yang sesat

Tasawuf yang bercampur aduk antara berlebih-lebihan dalam ibadat (Ghuluw) dan Ilmu Kalam dan Falsafah telah membentuk Dunia Sufi yang wujud pada hari ini demikian juga ajaran Syiah adalah tonggak utama berdirinya Tariqat Sufiah ini di mana terbukti kerajaan Syiah Safawiyah Iran didirikan oleh kaum Tariqat Sufi.

Tasawuf dan Falsafah ini telah dicampur aduk dengan baik dan lengkap di tangan Abu Hamid al-Ghazali [w.505H] dan Tasawuf yang wujud pada hari ini semuanya berkiblat kepada kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Abu Hamid al-Ghazali, demikian juga Mukasyafatul Qulub dan lain-lain kitab beliau.

Abu Hamid al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ telah menjadikan martabat Tauhid yang paling tinggi adalah Tauhid al-Hallaj (laknatullahi ‘alaih), orang pertama yang menzahirkan akidah Hulul yakni Tuhan masuk ke dalam badannya lalu berbicara atas lisannya: ‘Akulah Tuhan Yang Maha Benar’.
[rujuk Ihya’ Ulumuddin, 3/338]

Imam Az-Zahabi r.h menyatakan dalam Mizan:

"Yang dibunuh kerana zindiqnya", yang telah dihukum bunuh atas fatwa Ulama Islam kerana zindiq dan kufurnya.

Imam Ali al-Maziri al-Siqilli r.h berkata berkenaan Tasawuf yang dibawa al-Ghazali:

“adapun berkenaan mazhab Sufiah, aku tidak tahu kepada siapa dia merujuk berkenaannya, tetapi aku melihat sebahagian komentar yang diberi oleh pengikutnya bahawa dia ada menyebut kitab-kitab Ibn Sina dan apa yang ada di dalamnya dan menyebut juga selepas itu kitab-kitab Abu Hayyan al-Tauhidi, pada pendapatku pada dialah (yakni Abu Hayyan) beliau (al-Ghazali) merujuk dalam Tasawuf ...” 
[Siyar, 19/341]

Abu Hayyan al-Tauhidi, Ali bin Muhammad [w.400 H], digelar sebagai Syeikh al-Sufiah, seorang Ahli Sufi dan Falsafah bermazhab Muktazilah. Telah dihukum kafir dan zindiq.

Imam Ibn al-Jauzi menyebut:

“Zindiq dalam Islam itu tiga: Ibn al-Rawandi, Abu Hayyan al-Tauhidi, dan Abul Ala’ al-Ma’arri; dan yang paling bahaya atas Islam adalah Abu Hayyan.”
[Siyar, 7/120]

Al-Zahabi berkata:

“Seorang sesat mulhid (atheis), Abu Hayyan Ali bin Muhammad bin al-Abbas al-Baghdadi al-Sufi.”
[Siyar 7/119]

Berkata Imam al-Tarthusi r.h:

“..kemudian dia (al-Ghazali) mengikut ajaran Tasawuf dan meninggalkan ilmu dan ahlinya dan memasuki ilmu khawatir (bisikan jiwa) dan para pengkaji hati serta was was syaitan kemudian dia mencampurkannya dengan pendapat-pendapat Falsafah dan ibarat-ibarat al-Hallaj dan mula mencela para Ahli Fiqh dan Mutakallimin dan hampir sahaja dia terkeluar daripada agama. Apabila dia menulis al-Ihya’ dia sengaja bercakap berkenaan ilmu Ahwal dan ibarat-ibarat Sufiah sedangkan dia tidak biasa dengannya dan tiada pengalaman mengetahuinya lalu dia tergelincir daripada atas kepalanya dan memenuhkan kitabnya itu dengan hadis-hadis palsu.” 
[Siyar, 19/339]

Berkata al-Ghazali:

“kaum Sufiah telah memilih Ilmu yang didapati secara Ilham bukan Ilmu Taklim (secara belajar), lalu dia duduk dalam keadaan kosong hati, memberi fokus sambil menyebut: Allah, Allah, Allah secara berterusan maka hendaklah dia mengosongkan hatinya jangan dia sibukkan dengan bacaan al-Quran dan kitab-kitab hadis, lalu apabila dia mencapai had ini dia melazimi khalwat (bersendirian) di rumah yang gelap dan berselubung dengan kainnya ketika itulah dia akan mendengar seruan Yang Maha Benar (mendapat wahyu):

{يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ } dan {يَا أَيُّهَا المُزَّمِّلُ }

Kata Imam az-Zahabi r.h mengulas perkataan al-Ghazali ini:

“Penghulu sekalian makhluk (Rasulullah saw) mendengar seruan, 
{يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ}
daripada Jibril yang mendengarnya daripada Allah, sedangkan si dungu ini (al-Ghazali) sama sekali tidak mendengar seruan Yang Maha Benar bahkan dia mendengar seruan Syaitan atau mendengar sesuatu yang tiada realitinya daripada otaknya yang kosong dan taufiq itu hanyalah dengan berpegang dengan Sunnah dan Ijmak.”
[Siyar, 19/334]

Demikianlah sempurnanya adunan kebatilan Tasawuf melalui Abu Hamdi al-Ghazali yang kemudiannya kemuncak Tasawuf Falsafah ini berada di tangan Muhyiddin Ibn ‘Arabi (laknatullahi ‘alaih) pengasas ajaran Wahdatul Wujud yang mengatakan bahawa Tuhan dan Makhluk itu benda yang satu, Tuhan adalah Makhluk dan Makhluk adalah Tuhan.

Penyatuan umat Islam?

PENYATUAN UMMAT TIDAK AKAN BERHASIL ANTARA GOLONGAN YANG BERBEZA MANHAJ DAN AQIDAH

Penyatuan tidak akan wujud bersamaan dengan (adanya berbagai kelompok) yang memiliki bermacam-macam manhaj dan akidah.
Ini terbukti sepertimana keadaan bangsa Arab sebelum diutusnya Rasul saw, di mana mereka saat itu berpecah-belah dan saling bertengkar, maka setelah mereka masuk Islam dan berada di bawah bendera tauhid, akidah dan manhajnya menjadi satu, maka bersatulah mereka, dan berdiri tegaklah daulahnya.

Sungguh Allah Ta'ala mengingatkan tentang hal itu dengan firman-Nya:

"Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu, ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu kerana nikmat Allah orang-orang yang bersaudara."
[Ali Imran: 103]

Dan Allah berfirman kepada Nabi-Nya saw:

"Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak mampu mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah akan mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
[Al-Anfal: 63]

Allah Ta'ala selama-lamanya tidak akan menyatukan antara hati orang-orang kafir, murtad dan firqah-firqah (kelompok-kelompok) sesat.
Allah hanya menyatukan hati orang-orang mukmin yang bertauhid.

Allah berfirman mengenai orang-orang kafir dan munafik yang menyelisihi manhaj Islam dan akidahnya:

"Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah-pelah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang tidak mengerti."
[Al-Hasyr: 14]

Dan firman-Nya.

"Dan mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu."
[Hud: 118]

"Kecuali orang-orang yang diberi rahmat Rabbmu", mereka itu ialah orang-orang yang memiliki akidah yang benar dan manhaj yang benar, maka mereka itulah orang-orang yang selamat dari perselisihan dan perpecahan.

Adapun orang-orang yang berusaha menyatukan umat, padahal akidahnya masih rusak, manhajnya bermacam-macam dan berbeda-beda, maka itu adalah (upaya) yang mustahil terwujud, kerana sesungguhnya menyatukan dua hal yang berlawanan itu adalah hal yang mustahil.
[Disalin dari kitab Al-Ajwibatu Al-Mufiah? An-As-ilah Al-Manahij Al-Jadidah, Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah II]

Rasulullah saw bersabda:

"Ruh-ruh adalah pasukan tentara maka yang saling mengenal akan bergabung dan yang saling mengingkari akan berselisih."
[HR Al-Bukhari: 3158]

Tugas2 Rasulullah

10 Tugas dan Tanggung-Jawab Rasulullah saw:

[1] Mengajar manusia untuk mentauhidkan Allah sahaja.

Antara tugas pertama yang diamanahkan kepada Rasulullah saw adalah mengajar manusia untuk mentauhidkan Allah.

Allah menurunkan ayat berikut kepada Rasulullah untuk beliau katakan dan ajarkan kepada manusia:

"Katakanlah (wahai Muhammad), (Tuhanku) ialah Allah Yang Maha Esa; Allah Yang menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat; Ia tiada beranak, dan Ia pula tidak diperanakkan; Dan tidak ada sesiapapun yang serupa dengan-Nya."
[QS al-Ikhlas: 1-4]

[2] Membawa al-Qur’an untuk manusia.

Firman Allah:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab Suci Al-Quran yang menyatakan segala kebenaran (untuk menjadi panduan hidup) kepada umat manusia seluruhnya."
[QS az-Zumar: 41]

[3] Membacakan al-Qur’an kepada manusia.

Firman Allah:

"Sesungguhnya Allah telah mengurniakan (rahmat-Nya) kepada orang-orang yang beriman, setelah Dia mengutuskan di kalangan mereka seorang Rasul dari bangsa mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah (al-Qur’an)." 
[QS ‘Ali Imran: 164]

Membaca di sini bererti menyampaikan secara lisan ayat-ayat al-Qur’an. Sepertimana yang kita tahu, al-Qur’an dibawa oleh malaikat Jibrail as kepada Rasulullah seorang sahaja. Setiap kali Jibrail turun membawa ayat atau ayat-ayat, Rasulullah akan bacakan ayat tersebut kepada kaumnya. Di kalangan mereka ada yang mencatitnya manakala yang lain menghafalnya.

[4] Membersihkan manusia dari dosa dan kemungkaran.

Firman Allah:

"Sesungguhnya Allah telah mengurniakan (rahmat-Nya) kepada orang-orang yang beriman, setelah Dia mengutuskan di kalangan mereka seorang Rasul dari bangsa mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan mereka."
[QS ‘Ali Imran: 164]

Membersihkan bermaksud menyucikan roh dan jiwa manusia yang dipenuhi dosa akibat dari kekotoran syirik, mempertuhankan taghut – yakni segala yang dijadikan tuhan selain dari Allah, keyakinan kurafat, tahayul dan pelbagai lagi yang menjadi akidah dan pegangan umat di zaman jahiliyah dahulu. Termasuk juga dalam pembersihan ini adalah pendidikan rohani, pembentukan akhlak murni, mendisiplinkan nafsu dan syahwat, menghindar maksiat dan kemungkaran dan pelbagai lagi kotoran yang menguasai manusia pada ketika itu.
[Fii Zhilali Qur’an, jld 1, ms.303-304]

[5] Mengajar dan menerangkan al-Qur’an.

Firman Allah:

"Sesungguhnya Allah telah mengurniakan (rahmat-Nya) kepada orang-orang yang beriman, setelah Dia mengutuskan di kalangan mereka seorang Rasul dari bangsa mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan mereka, serta mengajar mereka Kitab Allah (Al-Quran)."
[QS ‘Ali Imran: 164]

Maksud mengajar al-Qur’an bukanlah cara-cara membaca dan mentilawahkannya kerana orang ramai ketika itu sedia mengetahui bahasa Arab, tetapi adalah mengajarkan maksud ayat-ayat dan cara-cara mengamal serta mempraktikkannya (hadis).

[6] Menerang, menghurai dan memperincikan al-Qur’an.

Firman Allah:

"Dan kami pula turunkan kepadamu (wahai Muhammad) al-Quran yang memberi peringatan, supaya engkau menerangkan kepada umat manusia akan apa yang telah diturunkan kepada mereka."
[QS an-Nahl: 44]

Perkataan supaya engkau menerangkan adalah terjemahan dari perkataan "litubayyina" yang berasal dari kata al-bayyan. Ia bermaksud menerangkan, menghuraikan dan memperincikan sesuatu dari pokoknya. Maka apabila Allah menugaskan Rasulullah sebagai mubayyin al-Qur’an, ia bererti beliau ditugaskan untuk menerangkan, menghuraikan dan memperincikan al-Qur’an.
[Mustafa as-Sibai al-Hadits sebagai Sumber Hukum, ms.228]

Contohnya al-Qur’an memfardhukan solat maka tugas Rasulullah adalah menerangkan apakah itu solat, menghuraikan hukum-hukumnya dan memperincikan sifat-sifatnya.

Ayat ini juga jelas menolak dakwaan bahawa tugas Rasulullah adalah hanya sekadar seorang posmen kerana Allah telah menggunakan istilah Litubayyina dan bukannya Balagh atau Mubaligh yang bererti sampaikan atau penyampai.

[7] Mengajar al-Hikmah, iaitu segala ilmu-ilmu dan perincian agama yang tidak terkandung dalam al-Qur’an.

Terdapat dua ragam dan pola susunan perkataan al-Hikmah dalam al-Qur’an.
[Ibnu Qayyim Madarij as-Salikin, ms.330-331. Muhammad Uwais an-Nadwi – Tafsir Ibnu Qayyim: Tafsir Ayat-ayat Pilihan, ms.263-264]

Ragam pertama adalah apabila perkataan al-Hikmah berdiri dengan sendirinya. Ia memiliki beberapa erti seperti sifat-sifat kenabian (nubuwah), kebijaksanaan dan syari’at agama, setiapnya bergantung kepada konteks perbincangan ayat. Berikut dikemukakan beberapa contoh:

"Dan Allah memberikan kepadanya (Nabi Daud) kuasa pemerintahan, dan al-Hikmah (pangkat kenabian-nubuwah) serta diajarkannya apa yang dikehendakiNya."
[QS al-Baqarah: 251]

"Allah memberikan al-Hikmah (kebijaksanaan) kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut aturan yang ditentukanNya). Dan sesiapa yang diberikan al-Hikmah itu maka sesungguhnya ia telah diberikan kebaikan yang banyak. Dan tiadalah yang dapat mengambil pengajaran (dan peringatan) melainkan orang-orang yang menggunakan akal fikirannya." 
[QS al-Baqarah: 269]

"Dan ketika Nabi Isa datang (kepada kaumnya) dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, berkatalah ia: Sesungguhnya aku datang kepada kamu dengan membawa al-Hikmah (syari’at agama), dan untuk menerangkan kepada kamu, sebahagian dari (perkara-perkara agama) yang kamu berselisihan padanya. Oleh itu, bertaqwalah kamu kepada Allah dan taatlah kepadaku." 
[QS az-Zukhruf: 63]

Ragam kedua adalah apabila perkataan al-Hikmah 
digandingkan dengan al-Kitab,iaitu al-Kitab dan al-Hikmah.

Contohnya ialah ayat-ayat berikut:

"Kerana sesungguhnya Kami telahpun memberi kepada keluarga Ibrahim: al-Kitab dan al-Hikmah, dan kami telah memberi kepada mereka kerajaan yang besar." 
[QS an-Nisa’: 54]

"Dan Allah telah menurunkan kepadamu (Muhammad) Kitab (Al-Quran) serta al-Hikmah."
[QS an-Nisa’: 113]

"Sesungguhnya Allah telah mengurniakan (rahmat-Nya) kepada orang-orang yang beriman, setelah Dia mengutuskan di kalangan mereka seorang Rasul dari bangsa mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah dan membersihkan mereka, serta mengajar mereka Kitab Allah (Al-Quran) dan al-Hikmah." 
[QS ‘Ali Imran: 164]

Dalam ragam kedua ini, perkataan al-Hikmah bererti segala sumber syari’at, ilmu dan perincian agama yang tidak terkandung dalam kitab suci (al-Kitab). Ini adalah kerana Allah tidak akan membicarakan dua perkara yang sama dengan dua istilah yang berbeza melainkan yang dimaksudkan oleh-Nya adalah dua perkara yang berbeza juga. Demikian juga, al-Quranul Karim dengan segala kemukjizatan dan kekayaan bahasanya tidak akan merujuk kepada dua objek yang sama dengan dua istilah yang berlainan melainkan yang dirujuki adalah dua subjek yang berlainan juga.

Oleh itu al-Hikmah bukanlah bererti al-Kitab atau kitab suci yang diturunkan oleh Allah dari langit kepada para RasulNya tetapi ia adalah segala sumber syari’at, ilmu, dan perincian agama yang tidak terkandung dalam kitab suci. Segala apa yang disampaikan oleh para Rasul Allah tentang ­al-Hikmah, baik ia dalam bentuk lisan, praktikal atau pengiktirafan, itulah yang dikenali sebagai as-Sunnah.

Para Rasul Allah yang diberikan al-Kitab juga diberikan al-Hikmah (an-Nisa’: 54) dan ini termasuklah Rasul Allah yang terakhir Muhammad (an-Nisa’: 113).
Baginda bukan sahaja diberi al-Hikmah tetapi ditugaskan untuk mengajar al-Hikmah tersebut kepada umatnya (‘Ali Imran: 164).

Selain dua ragam utama di atas tentang susunan perkataan al-Hikmah dalam al-Qur’an, terdapat satu susunan lain yang sedikit berbeza, iaitu dalam ayat:

"(Ingatlah) ketika Allah berfirman: Wahai Isa ibni Maryam! Kenanglah nikmatKu kepadamu dan kepada ibumu, ketika Aku menguatkanmu dengan Ruhul-Qudus (Jibril), iaitu engkau dapat berkata-kata dengan manusia (semasa engkau masih kecil) dalam buaian dan sesudah dewasa; Dan ketika Aku mengajarmu al-Kitab, dan al-Hikmah dan Kitab Taurat dan Kitab Injil." 
[QS al-Maidah: 110, ‘Ali Imran: 48]

Dalam ayat ini Allah menerangkan bahawa Dia telah mengajar Nabi Isa as empat perkara:
[1] al-Kitab,
[2] al-Hikmah,
[3] Taurat dan
[4] Injil.

Memandangkan Taurat dan Injil adalah dua kitab suci yang Allah turunkan dari langit, maka perkataan al-Kitab yang pertama tidak bererti kitab suci juga, tetapi ia bererti tulisan. Ini adalah kerana perkataan al-Kitab memiliki beberapa erti dalam bahasa Arab dan dalam konteks susunan dan perbincangan ayat di atas, ia bererti kebolehan menulis dalam usia masih bayi yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi Isa as.
Ini adalah sebagaimana kebolehan berkata-kata yang dikurniakan Allah kepada baginda dalam usia bayinya.
[Fakh-ur-Razi – Tafsir al-Kabir, jld 3, ms.226 dan jld 4, ms.409; al-Mawarzi – an-Nukatu al-‘Uyun, jld 2, ms.79; al-Qasimi – Mahasin at-Takwil, jld 4, ms.292; HAMKA – Tafsir al-Azhar, jld 3, ms.1917]

Perkataan al-Hikmah pula bererti sifat kenabian (nubuwah), kebijaksanaan dan ilmu-ilmu agama yang diajarkan Allah kepada Nabi Isa. Termasuk dalam pengertian al-Hikmah ini ialah segala sumber syari’at, ilmu, dan perincian agama yang tidak terkandung dalam kitab suci Taurat dan Injil.

[8] Mengajar perkara-perkara baru yang sebelum itu tidak diketahui.

Firman Allah:

"Sebagaimana Kami mengutuskan kepada kamu seorang Rasul dari kalangan kamu (iaitu Muhammad), yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu, dan membersihkan kamu, dan yang mengajarkan kamu kandungan Kitab (Al-Quran) serta Hikmah kebijaksanaan, dan mengajarkan kamu apa yang belum kamu ketahui." 
[QS al-Baqarah: 151]

Selain diamanahkan mengajar umat berkenaan urusan-urusan agama dalam al-Kitab dan al-Hikmah, selanjutnya Allah mengamanahkan Rasulullah mengajar umat hal-hal duniawi yang belum mereka ketahui.
Maksudnya adalah seperti yang diterangkan oleh Sa’id Hawa (1989M): Dahulu di zaman jahiliyah mereka (masyarakat Arab) adalah orang-orang bodoh, lalu dengan berkat risalah Muhammad – mereka menjadi orang-orang yang pintar dan berpengetahuan. Bahkan menjadi orang yang paling dalam pengetahuan, berhati lembut dan berbahasa paling jitu.
[Tafsir al-Asas, jld 1, ms.418]

Sayid Quthb (1966M) juga telah mengulas: Islam telah mengangkat mereka (umat Islam) dari lingkungan masyarakat Arab yang tidak mengetahui kecuali hal-hal yang sedikit dan berserakan yang hanya layak untuk kehidupan berkabilah di tengah padang Sahara. 
Kemudian Islam menjadikan mereka sebagai umat yang memimpin manusia dengan penuh bijaksana, terarah, sangat piawai, tepat dan berpengetahuan.
[Fii Zhilali Qur’an, jld 1, ms 304. Yang dimaksudkan dengan penjelasan di atas adalah bagi umat Islam generasi awal]

[9] Merangsang umat untuk sentiasa berjihad menegakkan Islam.

Firman Allah:

"Oleh itu, berperanglah (wahai Muhammad) pada jalan Allah (untuk membela Islam dari pencerobohan musuh); engkau tidak diberati selain daripada kewajipanmu sendiri dan berilah perangsang kepada orang-orang yang beriman (supaya turut berjuang dengan gagah berani). Mudah-mudahan Allah menahan bahaya serangan orang-orang yang kafir itu dan (ingatlah) Allah amatlah besar kekuatan-Nya dan amatlah berat azab seksa-Nya." 
[QS an-Nisa’: 84]

Ayat ini sekaligus menerangkan dua tugas Rasulullah saw:

i) berjihad menegakkan agama Islam sebagaimana firman Allah (an-Nisa’: 84). 
Berdasarkan ayat ini ketahuilah bahawa Rasulullah tidak hanya ditugaskan sekadar mengajar al-Qur’an dan mendakwahkan Islam kepada manusia tetapi beliau juga ditugaskan dengan sesuatu yang lebih berat lagi membahayakan, iaitu mengangkat senjata di medan perang menegakkan Islam. Lebih dari itu tugas ini tetap dibebankan ke atas diri Rasulullah sekalipun baginda seorang diri sahaja, sebagaimana firman Allah: "… engkau tidak diberati selain daripada kewajipanmu sendiri."

Kewajipan berperang yang diperintahkan kepada Rasulullah  dalam ayat ini sekali-lagi menafikan dakwaan bahawa baginda hanya memiliki peranan sebagai seorang posmen yang menyampaikan al-Qur’an sahaja.
Malah ayat ini secara jelas menonjolkan kegagahan diri Rasulullah sebagaimana yang diterangkan oleh al-Fakh-ur-Razi: Ayat ini menunjukkan bahawa Rasulullah adalah seseorang yang memiliki sifat yang gagah lagi yang paling bijaksana dalam urusan peperangan (kerana) tidaklah (Allah) akan memerintahkan demikian melainkan Rasulullah memang memiliki sifat-sifat tersebut (gagah dan bijaksana).
[Tafsir al-Kabir, jld 4, ms.157; Hamka dalam Tafsir al-Azhar, jld 2, ms.1329]

ii) diwajibkan ke atas diri Rasulullah dalam ayat di atas adalah mengerah dan mengajak umat Islam agar turut berperang sepertimana firman Allah: Dan berilah peransang kepada orang-orang yang beriman (supaya turut berjuang dengan gagah berani).

[10] Menggubal hukum.

Firman Allah:

"Dia (Muhammad) menyuruh mereka dengan perkara-perkara yang baik, dan melarang mereka daripada melakukan perkara-perkara yang keji; dan ia menghalalkan bagi mereka segala benda yang baik, dan mengharamkan kepada mereka segala benda yang buruk; dan ia juga menghapuskan daripada mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada pada mereka." 
[QS al-A’raaf: 157]

Dalam ayat ini Allah menerangkan tugas dan kekuasaan Rasulullah menggubal hukum-hukum agama seperti menghalalkan apa yang baik dan mengharamkan apa yang memudaratkan.