Saturday, 20 December 2014

HADIS BATHEL YANG TABLIGH SUKA SAMPAIKAN

Dalam riwayat Al-Khathib disebutkan, bahwa ketika Nabi SAW dan para sahabat baru saja pulang dari suatu peperangan (perang Tabuk), beliau bersabda kepada mereka,
“Kalian telah kembali ke tempat kedatangan terbaik, dari jihad yang lebih kecil menuju jihad yang lebih besar.”
Para sahabat berkata, “Apakah jihad yang lebih besar itu?"
Nabi bersabda, “Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya.”

Darjat Hadits tersebut adalah Dha’if dan Mungkar.
Al-Baihaqi berkata, “Hadits ini sanadnya lemah.”
As-Suyuthi menukil dari Ibnu Hajar, “Hadits ini sangat terkenal dan sering diucapkan. Ia adalah perkataan Ibrahim bin Abi Ablah dalam Al-Kunanya An-Nasa`i.” 
[Ad-Durar Al-Muntatsarah fi Al-Ahadits Al-Musytaharah (1/11)]
Al-Iraqi mendha’ifkan hadits ini dalam Takhrij Ahadits Al-Ihya` (2567).

Thursday, 18 December 2014

SEJARAH HITAM SYIAH

Sekilas sejarah hitam syiah sepanjang zaman
Khomaini

(Arrahmah.com) – Di bawah ini adalah ringkasan sejarah kelompok Rafidhah (sebutan yang diberikan para ulama terhadap aliran Syi’ah), kanker yang menggerogoti umat islam dan penyakit yang menular, kami akan menyebutkan – dengan izin Allah – peristiwa-peristiwa nyata dan penting yang pernah dilalui dalam sejarah mereka. Semoga ringkasan singkat ini mampu membuka pandangan mayoritas Ahlus Sunnah yang telah termakan isu dan slogan-slogan pendekatan antara Islam dan Rafidhah.

14 H. Pada tahun inilah pokok dan asas dari kebencian kaum Rafidhah terhadap Islam dan kaum muslimin, karena pada tahun ini meletus perang Qadisiyyah yang berakibat takluknya kerajaan Persia Majusi, nenek moyang kaum Rafidhah. Pada saat itu kaum muslimin dibawah kepemimpinan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu.

16 H. Kaum muslimin berhasil menaklukkan ibu kota kekaisaran Persia, Mada’in. Dengan ini hancurlah kerajaan Persia. Kejadiaan ini masih disesali oleh kaum Rafidhah hingga saat ini.

23 H. Abu Lu’lu’ah Al-Majusi yang dijuluki Baba ‘Alauddin oleh kaum Rafidhah membunuh khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu. Dan ini merupakan salah satu simbol mereka dalam memusuhi Islam.

34 H. Munculnya Abdullah bin saba’, si yahudi dari yaman yang dijuluki Ibnu Sauda’ berpura-pura masuk Islam, tapi menyembunyikan kekafiran dalam hatinya. Dia menggalang kekuatan dan melancarkan provokasi melawan khalifah ketiga Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu hingga khalifah tersebut dibunuh oleh para pemberontak karena fitnah yang dilancarkan oleh Ibnu Sauda’ (Abdullah bin Saba’) pada tahun 35 H. Keyakinan yang diserukan oleh Abdullah bin Saba’ ini berasal dari pokok-pokok ajaran Yahudi, Nasrani dan Majusi yaitu menuhankan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, wasiat, raj’ah, wilayah, keimamahan, bada’ dan lain-lain.

36 H. Malam sebelum terjadinya perang Jamal, kedua belah pihak telah sepakat untuk berdamai. Mereka bermalam dengan sebaik-baik malam sementara Abdullah bin Saba’ beserta pengikutnya bermalam dengan penuh kedongkolan. Lalu dia membuat provokasi kepada kedua belah pihak hingga terjadilah fitnah seperti yang diinginkan oleh Ibnu Saba’. Pada masa kekhilafahan Ali bin Abi Thalib, kelompok Abdullah bin Saba’ datang kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu seraya berkata, “Kamulah, kamulah!!” Ali bin Abi Thalib menjawab: “Siapakah saya?”, mereka berkata: “Kamulah sang pencipta!”, lalu Ali bin Abi Thalib menyuruh mereka untuk bertaubat tapi mereka menolak. Kemudian Ali bin Abi Thalib menyalakan api dan membakar mereka.

41 H. Tahun ini adalah tahun yang paling dibenci oleh kaum Rafidhah karena tahun ini dinamakan tahun jama’ah (tahun persatuan) kaum muslimin dibawah pimpinan sang penulis wahyu, khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu ‘anhu, dimana Hasan bin Ali bin Abi Thalib menyerahkan kekhilafahan kepada Mu’awiyah. Maka dengan ini surutlah tipu daya kaum Rafidhah.

61 H. Pada tahun ini Husein bin Ali Radhiyallahu ‘anhu terbunuh di karbala yaitu pada hari ke-10 bulan muharram setelah ditinggalkan oleh para penolongnya dan diserahkan kepada pembunuhnya.

260 H. Hasan Al-Askari meninggal dunia, namun kaum Rafidhah menyangka bahwa imam ke-12 yang ditunggu-tunggu (Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari) telah bersembunyi di sebuah sirdab (ruang bawah tanah) di samurra’ dan akan kembali lagi ke dunia.

277 H. Munculnya gerakan Al-Qaramithah beraliran Rafidhah di daerah kufah dibawah kendali Hamdan bin Asy’ats yang dikenal dengan julukan Qirmith.

278 H. Munculnya gerakan Al-Qaramithah beraliran Rafidhah di daerah Bahrain dan Ahsa’ yang dipelopori oleh Abu Sa’id Al-Janabi.

280 H. Munculnya kerajaan Zaidiyah beraliran Rafidhah di Sha’dah dan Shan’a daerah Yaman, dibawah kepemimpinan Al-Husein bin Al-Qasim Ar-Rasiy.

297 H. Munculnya kerajaan Ubaidiyin di Mesir dan Maghrib (Maroko) yang didirikan oleh Ubaidillah bin Muhammad Al-Mahdi.

317 H. Abu Thahir Ar-Rafidhi Al-Qurmuthi sampai dan memasuki kota Mekah pada ha

Tuesday, 16 December 2014

15 CARA MEMBAIKI KEADAAN UMAT YANG SEDANG ROSAK

Secara umum, berikut beberapa langkah yang kami susun sebatas pendapat kami: 

Pertama, berusaha untuk menanamkan dan memiliki akidah yang lurus sebagaimana pemahaman para Sahabat Nabi SAW dan para salafus shalih. 

Kedua, memperkuat hubungan interaksi kita dengan 2 sumber kekuatan Islam, yaitu Kitabullah Al Quran dan Sunnah Nabi SAW.

Langkah yang ketiga, senantiasa mengutamakan persatuan umat dengan tidak mudah melabeli saudara muslim kita dengan label-label negatif seperti murtad, kafir, ahlu bid'ah, dll. Perbedaan pendapat antar umat adalah sebuah keniscayaan. Umat Islam harus bersikap dewasa dalam menghadapi perbedaan sebagaimana keteladanan para sahabat yang banyak berbeda pendapat namun tetap saling menjaga persaudaraan.

Keempat, mendukung perjuangan para mujahidin dimana saja berada dan mengurangi pembicaraan-pembicaran negatif tentang mereka agar lebih menguatkan barisan umat Islam.

"Hanya karena kalian dari jamaah tertentu, tidak berarti kalian lebih baik dari orang lain. Ambillah dari Salafi akidah mereka, dari Ikhwanul Muslimin gerakan dan ide-ide revolusioner mereka, dari Jamaah Tabligh sopan santun, penghormatan, dan ceramah-ceramah mereka. Terimalah semua yang baik. Jadilah seorang pelajar. Jangan membatasi bahwa kebenaran hanya dari syaikh kalian saja! Hormatilah orang lain dan berikanlah penghormatan yang pantas bagi mereka!" (Syaikh Abdullah Azzam dalam Khutbah 'An-Nas Asnaf 26 September 1986).

Langkah kelima, menata strategi dakwah yang tepat. Nabi SAW dan para Sahabat merupakan orang-orang yang melakukan setiap langkah aksi dengan menyusun strategi. Umat Islam harus senantiasa menghindari setiap aksi-aksi (besar) yang memiliki implikasi terhadap umat dan Islam tanpa strategi.

Keenam, mempelajari pentingnya tauhid hakimiyah dan mengajarkannya kepada umat.

 Ketujuh, mempelajari dan menegaskan sikap Al Wala' dan Al Bara' serta mengajarkannya kepada uma

t. Kedelapan, menunjukkan kebanggaan kita terhadap ajaran-ajaran Islam dan menjauhi sikap inferior.

 Kesembilan, memfokuskan pada pengembangan pernikahan dan keluarga Islami.

 Kesepuluh, meningkatkan kualitas iman dalam rangka menyambut hambatan-hambatan yang lebih berat dan panjang.

 Kesebelas, memperkuat kondisi ekonomi masyarakat-masyarakat muslim serta mendukung langkah-langkah pengusaha-pengusaha Muslim dalam perjuangan mereka memajukan ekonomi umat.

 Keduabelas, memfokuskan diri dalam kemampuan bakat masing-masing untuk ikut serta aktif dalam peran kebangkitan Islam. 

Ketigabelas, mengikuti perkembangan Fiqhul Waqi'.

 Keempatbelas, belajar berdakwah yang efektif dan mengajarkannya kepada umat. 

Kelimabelas, mengingatkan kepada umat Islam bahwa kemenangan umat Islam itu sudah dekat.

Demikian beberapa langkah yang kami susun sebatas pemahaman ini. Langkah-langkah tersebut bisa saja bertambah. Dan apa yang kami sampaikan hanyalah sebagian dari hal-hal yang kami nilai sebagai langkah prioritas untuk mengiringi kebangkitan Islam agar dapat segera menjemput kemenangan Islam. Simak lebih dalam ulasan-ulasan langkah-langkah tersebut dalam video Serial Cahaya Islam #51 Tugas Umat Dalam Perjuangan Menyongsong Kebangkitan Islam berikut!

Friday, 12 December 2014

Buya Hamka: Mereka Memusuhi Wahabi Demi Penguasa Pro Penjajah  


Belakangan ketika isu terorisme kian dihujamkan di jantung pergerakan Ummat Islam agar iklim pergerakan dakwah terkapar lemah tak berdaya. Nama Wahabi menjadi salah satu faham yang disorot dan kian menjadi bulan-bulanan aksi “tunjuk hidung,” bahkan hal itu dilakukan oleh kalangan ustadz dan kiyai yang berasal dari tubuh Ummat Islam itu sendiri.

    Beberapa buku propaganda pun diterbitkan untuk menghantam pergerakan yang dituding Wahabi, di antaranya buku hitam berjudul “Sejarah Berdarah Sekte Salafi-Wahabi: Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para Ulama.” Bertubi-tubi, berbagai tudingan dialamatkan oleh alumnus dari Universitas di Bawah Naungan Kerajaan Ibnu Saud yang berhaluan Wahabi, yaitu Prof. Dr. Said Siradj, MA. Tak mau kalah, para kiyai dari pelosok pun ikut-ikutan menghujat siapapun yang dituding Wahabi. Kasus terakhir adalah statement dari kiyai Muhammad Bukhori Maulana dalam tabligh akbar FOSWAN di Bekasi baru-baru ini turut pula menyerang Wahabi dengan tudingan miring. Benarkah tudingan tersebut?

    Menarik memang menyaksikan fenomena tersebut. Gelagat pembunuhan karakter terhadap dakwah atau personal pengikut Wahabi ini bukan hal baru, melainkan telah lama terjadi. Hal ini bahkan telah diurai dengan lengkap oleh ulama pejuang dan mantan ketua MUI yang paling karismatik, yaitu Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa disapa Buya HAMKA. Siapa tak mengenal Buya HAMKA? Kegigihan, keteguhan dan independensinya sebagai seorang ulama tidak perlu diragukan lagi tentunya.

    Dalam buku “Dari Perbendaharaan Lama,” Buya HAMKA dengan gamblang beliau merinci berbagai fitnah terhadap Wahabi di Indonesia sejatinya telah berlangsung berkali-kali. Sejak Masa Penjajahan hingga beberapa kali Pemilihan Umum yang diselenggarakan pada era Orde Lama, Wahabi seringkali menjadi objek perjuangan yang ditikam fitnah dan diupayakan penghapusan atas eksistensinya. Mari kita cermati apa yang pernah diungkap Buya Hamka dalam buku tersebut:

    “Seketika terjadi Pemilihan Umum , orang telah menyebut-nyebut kembali yang baru lalu, untuk alat kampanye, nama “Wahabi.” Ada yang mengatakan bahwa Masyumi itu adalah Wahabi, sebab itu jangan pilih orang Masyumi. Pihak komunis pernah turut-turut pula menyebut-nyebut Wahabi dan mengatakan bahwa Wahabi itu dahulu telah datang ke Sumatera. Dan orang-orang Sumatera yang memperjuangkan Islam di tanah Jawa ini adalah dari keturunan kaum Wahabi.

    Memang sejak abad kedelapan belas, sejak gerakan Wahabi timbul di pusat  tanah Arab, nama Wahabi itu telah menggegerkan dunia. Kerajaan Turki yang sedang berkuasa, takut kepada Wahabi. Karena Wahabi adalah, permulaan kebangkitan bangsa Arab, sesudah jatuh pamornya, karena serangan bangsa Mongol dan Tartar ke Baghdad. Dan Wahabi pun ditakuti oleh bangsa-bangsa penjajah, karena apabila dia masuk ke suatu negeri, dia akan mengembangkan mata penduduknya menentang penjajahan. Sebab faham Wahabi ialah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni, menghapuskan segala sesuatu yang akan membawa kepada syirik. Sebab itu timbullah perasaan tidak ada tempat takut melainkan Allah. Wahabi adalah menentang keras kepada Jumud, yaitu memahamkan agama dengan membeku. Orang harus kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.

    Ajaran ini telah timbul bersamaan dengan timbulnya kebangkitan revolusi Prancis di Eropa. Dan pada masa itu juga “infiltrasi” dari gerakan ini telah masuk ke tanah Jawa. Pada tahun 1788 di zaman pemerintahan Paku Buwono IV, yang lebih terkenal dengan gelaran “Sunan Bagus,” beberapa orang penganut faham Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya di negeri ini. Bukan saja mereka itu masuk ke Solo dan Yogya, tetapi mereka pun meneruskan juga penyiaran fahamnya di Cirebon, Bantam dan Madura. Mereka mendapat sambutan baik, sebab terang anti penjajahan.

    Sunan Bagus sendiri pun tertarik dengan ajaran kaum Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak agar orang-orang Wahabi itu diserahkan kepadanya. Pemerintah Belanda cukup tahu, apakah akibatnya bagi penjajahannya, jika faham Wahabi ini dikenal oleh rakyat.

    Padahal ketika itu perjuangan memperkokoh penjajahan belum lagi selesai. Mulanya Sunan tidak mau menyerahkan mereka. Tetapi mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa, maka ahli-ahli kerajaan memberi advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan saja kepada Belanda. Lantaran desakan itu, maka mereka pun ditangkapi dan diserahkan kepada Belanda. Oleh Belanda orang-orang itu pun diusir kembali ke tanah Arab.

    Tetapi di tahun 1801, artinya 12 tahun di belakang, kaum Wahabi datang lagi. Sekarang bukan lagi orang Arab, melainkan anak Indonesia sendiri, yaitu anak Minangkabau. Haji Miskin Pandai Sikat (Agam) Haji Abdurrahman Piabang (Lubuk Limapuluh Koto), dan Haji Mohammad Haris Tuanku Lintau (Luhak Tanah Datar).

    Mereka menyiarkan ajaran itu di Luhak Agam (Bukittinggi) dan banyak beroleh murid dan pengikut. Diantara murid mereka ialah Tuanku Nan Renceh Kamang. Tuanku Samik Empat Angkat. Akhirnya gerakan mereka itu meluas dan melebar, sehingga terbentuklah “Kaum Paderi” yang terkenal. Di antara mereka ialah Tuanku Imam Bonjol. Maka terjadilah “Perang Paderi” yang terkenal itu. Tiga puluh tujuh tahun lamanya mereka melawan penjajahan Belanda.

    Bilamana di dalam abad ke delapan belas dan Sembilan belas gerakan Wahabi dapat dipatahkan, pertama orang-orang Wahabi dapat diusir dari Jawa, kedua dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata, namun di awal abad kedua puluh mereka muncul lagi!

    Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai “Kaum Muda.” Di Jawa datanglah K.H. A. Dahlan dan Syekh Ahmad Soorkati. K.H.A. Dahlan mendirikan “Muhammadiyah.” Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum pecah menjadi dua, yaitu Arrabithah Alawiyah dan Al-Irsyad. Bahkan yang mendatangkan Syekh itu ke mari adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk Ar-Rabithah Adawiyah.

    Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, pertama ialah Kerajaan Turki. Kedua Kerajaan Syarif di Mekkah, ketiga Kerajaan Mesir. Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat “mengafirkan” Wahabi. Bahkan ada di kalangan Ulama itu yang sampai hati mengarang buku mengatakan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah Al Kazhab!

    Pembangunan Wahabi pada umumnya adalah bermazhab Hambali, tetapi faham itu juga dianut oleh pengikut Mazhab Syafi’i, sebagai kaum Wahabi Minangkabau. Dan juga penganut Mazhab Hanafi, sebagai kaum Wahabi di India.

    Sekarang “Wahabi” dijadikan alat kembali oleh beberapa golongan tertentu untuk menekan semangat kesadaran Islam yang bukan surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan tersiar. Kebanyakan orang Islam yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran wahabi, melainkan nama Wahabi.

    Ir. Dr. Sukarno dalam “Surat-Surat dari Endeh”nya kelihatan bahwa fahamnya dalam agama Islam adalah banyak mengandung anasir Wahabi.

    Kaum komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentiment Ummat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi. Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekkah. Ummat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925). Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekkah, yaitu H.O.S. Cokroaminoto dan K.H. Mas Mansur. Dan Haji Agus Salim datang lagi ke Mekkah tahun 1927.

    Karena tahun 1925 dan tahun 1926 itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, maka masih banyak orang yang dapat mengenangkan bagaimana pula hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, walau dari Ummat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi, karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan Ulama-ulama pengikut Syarif.

    Sekarang pemilihan umum yang pertama sudah selesai. Mungkin menyebut-nyebut “Wahabi” dan membusuk-busukkannya ini akan disimpan dahulu untuk pemilihan umum yang akan datang. Dan mungkin juga propaganda ini masuk ke dalam hati orang, sehingga gambar-gambar “Figur Nasional,” sebagai Tuanku Imam Bonjol dan K.H.A. Dahlan diturunkan dari dinding. Dan mungkin perkumpulan-perkumpulan yang memang nyata kemasukan faham Wahabi seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dibubarkan saja.

    Kepada orang-orang yang membangkit-bangkit bahwa pemuka-pemuka Islam dari SUmmatera yang datang memperjuangkan Islam di Tanah Jawa ini adalah penganut atau keturunan kaum Wahabi, kepada mereka orang-orang dari SUmmatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih! Sebab kepada mereka diberikan kehormatan yang begitu besar!

    Sungguh pun demikian, faham Wahabi bukanlah faham yang dipaksakan oleh Muslimin, baik mereka Wahabi atau tidak. Dan masih banyak yang tidak menganut faham ini dalam kalangan Masyumi. Tetapi pokok perjuangan Islam, yaitu hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti kepada segala macam penjajahan, termasuk Komunis, adalah anutan dari mereka bersama!”

    Dari paparan tersebut, jelaslah bahwa Buya HAMKA berhasil menelisik akar terjadinya fitnah yang dialamatkan kepada Wahabi. Ini menandakan vonis “Faham Hitam” yang dituduhkan kepada Wahabi pada dasarnya adalah modus lama namun didesain dengan gaya baru yang disesuaikan dengan kepentingan dan arahan yang disetting oleh para Think Tank “Gurita Kolonialisme Abad 21.”

    Maka perhatikanlah apa yang pernah diutarakan oleh Buya HAMKA dalam pembahasan Islam dan Majapahit berikut ini:

    Memang, di zaman Jahiliyah kita bermusuhan, kita berdendam, kita tidak bersatu! Islam kemudiannya adalah sebagai penanam pertama dari jiwa persatuan. Dan Kompeni Belanda kembali memakai alat perpecahannya, untuk menguatkan kekuasaannya.”

    “Tahukah tuan, bahwasanya tatkala Pangeran Dipenogero, Amirul Mukminin Tanah Jawa telah dapat ditipu dan perangnya dikalahkan, maka Belanda membawa Pangeran Sentot Ali Basyah ke Minangkabau buat mengalahkan Paderi? Tahukah tuan bahwa setelah Sentot merasa dirinya tertipu, sebab yang diperanginya itu adalah kawan sefahamnya dalam Islam, dan setelah kaum Paderi dan raja-raja Minangkabau memperhatikan ikatan serbannya sama dengan ikatan serban Ulama Minangkabau, sudi menerima Sentot sebagai “Amir” Islam di Minangkabau? Teringatkah tuan, bahwa lantaran rahasia bocor dan Belanda tahu, Sentot pun diasingkan ke Bengkulu dan di sana beliau berkubur buat selama-lamanya?”

    “Maka dengan memakai faham Islam, dengan sendirinya kebangsaan dan kesatuan Indonesia terjamin. Tetapi dengan mengemukakan kebangsaan saja, tanpa Islam, orang harus kembali mengeruk, mengorek tambo lama, dan itulah pangkal bala dan bencana!”

    Kiranya, sepeninggal HAMKA, alangkah laiknya jika Ummat Islam masih kenal dan bisa mengimplementasikan apa yang diutarakan Buya HAMKA dalam bukunya tersebut. Dengan demikian, niscaya Ummat Islam tidak perlu sampai menjadi keledai yang terjerembab dalam lubang yang dibuat oleh musuh-musuh Islam dengan modus yang sama tetapi dalam nuansa yang berbeda. Wallahu A’lam. [voa-islam.com] Sabtu, 03 Dec 2011


Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib Dan Rijal Allah Oleh: Prof. Dr. Abdulfatah Haron Ibrahim  




Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib Dan Rijal Allah
Oleh: Prof. Dr. Abdulfatah Haron Ibrahim


Pendahuluan

Kajian Tasawuf dianggap tidak lengkap tanpa menyentuh fikrah Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah dan seumpamanya. Pengkaji terdahulu seperti Ibn Taimiyyah dan Ibn Khaldun serta pengkaji terkini seperti Abu al-'Ila 'Afifi, Ahmad Amin dan Abu al-Wafa al-Taftazani adalah antara mereka yang menyentuh persoalan ini. Pendapat mereka akan digunakan dalam mengulas isu Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah.


Pandangan tentang Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah

1. Ibn Taimiyyah

Dalam kitabnya Fatawa, Ibn Taimiyyah telah menjelaskan pen-dapatnya iaitu: Manakala banyak nama yang disebut oleh ahli ibadat dan orang awam seperti Ghawth di Makkah, Awtad ada empat, Qutb ada tujuh, Abdal ada 40, Nujaba' ada 300, semuanya tiada dalam al-Qur'an. Tidak ada ma'thurah daripada Nabi s.a.w. sama ada sanad sahih atau da'if muhtamal kecuali lafaz Abdal. Menurut riwayat hadith Syami munqati' al-isnad daripada Ali k.a.w., marfu' kepada Nabi s.a.w. bermaksud:

Di kalangan orang Syam (Syria) ada Abdal 40 orang lelaki. Apabila mati seorang, Allah gantikan tempatnya dengan lelaki lain."

Orang Salaf tidak menyebut apa-apa (tentang Wali Qutb, Abdal, Awtad dan Nujaba').


2. Ibn Khaldun

1. Dalam Muqaddimah Ibn Khaldun, beliau menyatakan: Orang tasawuf kebelakangan ini bercakap tentang kasyaf dan tentang apa yang ada di sebalik alam inderawi. Mereka menyatakan perkara yang samar-samar. Ramai di kalangan mereka sampai kepada doktrin hulul dan wahdat (Allah meresap dalam alam atau diri dan "jadi satu"). Golongan mereka yang terdahulu bergaul dengan Syi'ah Isma'iliyyah pelampau yang kebelakangan juga menganut fahaman hulul dan mempercayai bahawa imam-imam Syi'ah itu Allah (Allah hulul dalam diri imam-imam itu). Fahaman ini tidak ada sebelum ini. Kata-kata antara dua belah pihak ini bercampur aduk dan akidah mereka juga serupa-menyerupai. Lahirlah di kalangan orang bertasawuf doktrin Qutb ertinya ketua bagi semua arifin. Mereka menganggap makam Qutb tentang makrifat amatlah tinggi, tidak boleh ditandingi sehingga mati, lalu tempatnya itu diisi oleh seorang arif yang lain.

2. Ibn Sina juga memperkatakan perkara ini iaitu: Al-Haq yang maha agung adalah terlalu tinggi tiada tercapai dengan sama rata oleh semua mereka yang menuntutinya atau dapat melihatnya kecuali seorang sahaja dalam satu majlis bergilir-gilir. Teori Qutb (ada satu lepas satu) ini tidak boleh diterima akal dan tidak ada dalil syarak. Tetapi semata-mata satu percakapan yang berbentuk retorik. Inilah yang diperkatakan oleh Syi'ah Rafidah.

Kesimpulannya:

1. Teori wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba'... tidak ada dalil syarak kecuali Abdal dan bercanggah dengan akal yang waras. Tidak timbul di kalangan al-Salaf al-Salih.

2. Hadis Abdal ini jika sahih sekalipun, tidak boleh meliputi kesemua Wali Qutb, Awtad, Nujaba'...

3. Munculnya teori Wali Qutb, Abdal, Awtad Nujaba' ini adalah pengaruh daripada Syi'ah Isma'iliyah Rafidah (yang juga dikenali kemudiannya dengan nama Batiniyah).


3. Ahmad Amin

1. Ahmad Amin dalam kitabnya Dhuha al-Islam telah menyatakan pendapatnya: Ekoran daripada Imam Mahdi al-Muntazar, orang tasawuf berhubung rapat dengan Syi'ah. Mereka mengambil doktrin Imam Mahdi dari Syi'ah tetapi dibalut dengan Qutb. Dari sini maka tertegaklah kerajaan khayalan dan bayangan. Maharaja kerajaan ini ialah Qutb yang tepat maksudnya dengan doktrin Imam Mahdi dalam Syi'ah. Qutb inilah yang mentadbir segala urusan makhluk dalam setiap zaman. la juga tiang langit. Tanpa tiang, langit akan runtuh.

2. Selepas Qutub ialah Nujaba' yang merupakan 12 buruj di langit. Ahmad Amin memetik daripada kitab al-Futuhaat al-Makkiyyah yang menyatakan bahawa Nujaba' itu ada 12 Naqib dalam setiap zaman. Setiap Naqib alim dengan khasiat setiap buruj yang Allah letakkan padanya berbagai-bagai rahsia dan memberi kesan di tangan Nuqaba' ini terletaknya segala ilmu syariat yang diturunkan oleh Allah. Mereka juga tahu segala yang terpendam di hati dan jiwa manusia, tahu apa ada pada iblis sedangkan iblis sendiri tidak tahu. Apabila seseorang itu melangkah di bumi ini, Nuqaba' tahu sama ada langkah itu baik atau sial.

3. Ahmad Amin berpendapat: Kaum Sufi membangunkan kerajaan batin di sebalik kerajaan zahir ini. Mereka mengambil fikrah Mahdiyah (Imam Mahdi) lalu diubah lafaznya (kepada Qutb, Nujaba') serta mengemaskan susunannya. Semuanya mengawan di alam khayalan dan berlari mengejar bayangan. Semuanya adalah madah syair, tetapi bukan yang indah selesa tetapi merosakkan akidah dan amalan manusia. Jauh menyeleweng daripada akal fikiran yang waras dalam menjalankan pen-carian hidup seharian. Mereka tidak lagi melancarkan reformasi masyarakat dan menegakkan keadilan. Mereka merayau di perlembahan khayal. Pemerintah juga merayau dalam perlembahan korup. Seolah-olah mereka senang dengan keadaan begitu. Pemerintah jadi rosak, rakyat hidup dalam impian dan bangsa menjadi porak-peranda.

Kesimpulannya:

1. Golongan tasawuf bercampur dengan Syi'ah Isma'iliyyah lalu mengambil doktrin Ketuhanan Imam atau Mahdiyah mereka dengan mengubah lafaznya sahaja daripada Imam Mahdi kepada Qutb.

2. Tegaklah kerajaan khayalan yang bercanggah dengan alam kenyataan. Maharaja atau presiden kerajaan ini bergelar Qutb. Allah hulul dalam Qutb ini, maksum, tahu segala perkara ghaib, tidak bersalah atau terlupa sama seperti doktrin Imam atau Imam Mahdi al-Muntazar dalam akidah Syi'ah.

Ringkasnya idea Qutb dengan Imam atau Imam Mahdi adalah sama.

3.Ada 12 Naqib menepati dengan 12 buruj. Setiap Naqib itu tahu segala-galanya. Jelaslah di sini bahawa Ibn 'Arabi percayakan ilmu astrologi.

4. Dalam kitab Zahar al-Islam, Ahmad Amin menjelaskan: Kita patut ingat, antara ajaran tasawuf yang paling pokok yang mempengaruhi umat Islam ialah mengenai doktrin Qutb. Kata mereka: Qutb adalah insan tunggal yang menjadi tempat Allah menilik kepadanya dalam setiap zaman. Segala ehwal makhluk berputar padanya. Qutb meresap ke dalam seluruh batin alam semesta sebagaimana roh meresap ke dalam jasad. Dia meniupkan roh hayat ke seluruh alam semesta atasan dan bawahan. Peranannya ialah menjaga dan memelihara alam maya ini. Begitulah tugas Qutb sehingga dia mati lalu tempatnya diisi oleh salah seorang daripada tiga orang wali berpangkat Awtad yang sebelum itu berpangkat Abdal se-ramai 40 orang.

5. Qutb ini juga digelar Ghawth kerana dia adalah tempat orang yang bernasib malang datang mengadu. Qutb ini juga dinamakan Qutb al-Aqtab kerana adanya dahulu bersama dengan ada Qutb-qutb lain di alam nyata dan alam ghaib. Ini bererti Qutb itu tidak mengambil pangkat ini daripada Qutb terdahulu dan tidak mempusakai kepada Qutb terkemudian. Ini bererti Qutb itu adalah satu iaitu Haqiqah Muhammadiyyah.


Kesimpulannya:

1.       Allah menilik hal ehwal alam ini pada seorang insan bergelar Qutb.
2.       Semua hal ehwal makhluk berputar di sekitar Qutb.
3.       Qutb menyerap ke dalam alam semesta seperti roh dalam jasad.
4.       Qutb ialah Haqiqah Muhammadiyyah (yang digelar juga Nur Muhammad) . Daripadanyalah terjadi seluruh alam semesta ini atau Insan Kamil. Semuanya ini lahir dari Martabat Wahdah atau Ta'yyun Awal dalam perbilangan Wahdat-al-Wujud Martabat Tujuh.


4. Abu al-Wafa al-Taftazani

Pendapat beliau tentang perkara ini dalam kitabnya Madkhal Ha al-Tasawuf al-Islami boleh disimpulkan seperti berikut;

1. Ekoran daripada al-Hallaj mengatakan, Allah hulul, (menempat) dalam dirinya, maka Nur Muhammad pun ikut sama dikatakan qadim. Inilah punca yang mendorong kaum sufi kebelakangan yang berfalsafah menimbulkan teori Qutb atau Insan Kamil atau Haqiqah Muhammadiyyah.

2. Falsafah tasawuf ini menjadi sasaran kritik fuqaha' kerana mereka menegakkan doktrin wahdat al-wujud, teori Qutb, kesatuan semua agama yang semuanya ini bercanggah dengan Akidah Islamiah.

3. Antara penganut wahdat al-wujud ialah pengikut Ibn 'Arabi, al-Jili. Dialah yang memperkenalkan teori Insan Kamil atau kalimah Ilahiyah. Doktrin ini adalah sama maksudnya dengan teori al-Hallaj yang mengatakan Nur Muhammad itu qadim dan teori Qutb Ibn 'Arabi.

4. Ibn al-Farid juga mengatakan bahawa Qutb itu tidak lain daripada roh Muhammadi, atau Haqiqah Muhammadiyyah yang menjadi sumber segala ilmu dan makrifat bagi para nabi dan Qutb-qutb.

5. Kemungkinan besar bahawa punca Roh Muhammadi atau Qutb ini datang daripada akidah bangsa Iran purba yang dikenali dalam Islam dengan nama Majusi atau Zaradistiyah.


5. Abu al-'Ila 'Afifi

1. Haqiqah Muhammadiyyah ialah tidak lain daripada Qutb namanya bagi orang tasawuf dan imam maksum nama-nya bagi Syi'ah Isma'iliyyah dan Qaramitah. Khatam al-auliya' seorang sahaja yang menjadi pewaris ilmu batin yang dia terima secara langsung dan Roh Muhammadi yang biasanya digelar Qutb oleh orang sufi. la bukan Nabi Muhammad yang lahir di Makkah dan wafat di Madinah, tetapi Satu Hakikat Yang Qadim yang menepati teori al-'Aql al-Awal bagi Plato dan al-Kalimah bagi orang Kristian.

2. Orang tasawuf membangunkan sebuah kerajaan di alam khayalan dan di alam awangan dan impian kosong semata-mata. Tidak berjejak di alam nyata dan menyalahi al-Qur'an dan Sunnah serta akal yang waras. Maharaja kerajaan khayalan ini bergelar Qutb. Di bawah Maharaja Qutb ini bergelar Awtad ada empat, Abdal ada 40, Nujaba' ada 300. Penyeru atau mereka yang bertawassul dengan Qutb ini biasanya terdiri daripada orang sufi. Ada menyerunya dengan bermacam-macam nama dan bunyi seperti;

1. Maksud fikrah Qutb tidak lain tidak bukan daripada Akidah Imamah atau Imam Mahdi al-Muntazar yang merupakan hululiyah Allah (Allah ada dalam dirinya) sebab itulah dia maksum.

2. Nama lain bagi Qutb atau nama-nama yang sama maksudnya dengan Qutb ialah seperti Haqiqah Muhammadiyyah, Nur Muhammad, Insan Kamil, al-'Aql al-Awal dan al-Kalimah. Kesemuanya tidak lain dari fikrah wah-dat al-wujud.

Contoh Amalan

Menyeru dan memohon pertolongan daripada Qutb dan yang berpangkat bawahan daripadanya. Antara lain berlagu nasyid seperti ini:


Nasyid ini dikatakan dikarang oleh Ali Zainal Abidin ibn al-Husain bin Ali bin Abu Talib. Nama-nama ini jelas menunjukkan mereka bergelar Imam di kalangan Syi'ah. Di sini dapat difahami ianya berasal daripada Syi'ah.

Cara memberi salam kepada Qutb al-Aqtab yang berbunyi:


Cara memberi salam kepada Rijal al-Ghaib;


Maksud petikan ini antara lain:

1. Menyeru Qutb al-Aqtab kerana dialah pemerintah zaman dan imam tempatan, penegak perintah Tuhan, Pewaris kitab, Pengganti Rasulullah, kesemua yang ada dalam masanya adalah keluarganya. Dialah juga penurun hujan dengan doanya.

ii. Memberi salam kepada Rijal al-Ghaib (lelaki yang tidak boleh dilihat), juga dia bergelar Arwah al-Muqaddasah, hai Nuquba', hai Nujaba', hai Ruqaba', hai Budala', hai Awtad al-Ardhi al-Arba'ah (pasak bumi yang empat), hai dua imam, hai Fard, hai Umana', tolongilah aku dengan pertolongan, lihatlah akan daku dengan penuh kasihan. Sampaikanlah hajatku dan tujuanku.

iii. Ucap selawat kepada Khidir.


Kesimpulan

Konsep Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah adalah bersumberkan fikrah Wahdat al-Wujud. Konsep berkenaan tidak terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah. Tidak pernah timbul di kalangan al-Salaf al-Salih kecuali Abdal. Walau bagaimanapun Abdal sahaja tidak dapat menolong menegakkan kebenaran akidah hirarki wali-wali dalam kepercayaan tasawuf ini.

Fikrah Qutb adalah pengaruh daripada fikrah Imamah Syi'ah. Dalam diri imam Syi'ah hulul Allah, dengan Haqiqah Muhammadiyyah, Nur Muhammad, Insan Kamil, al-'Aql al-Awal bagi Plato dan al-Kalimah bagi Kristian. Semuanya adalah perkara yang sama kerana semuanya itu terbit daripada zat Allah.

Fikrah Wahdat al-Wujud ini bercanggah dengan Ithnaniyah al-Wujud pegangan Ahli Sunnah. Doktrin Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah ini adalah merosakkan akidah.

Menyeru, memohon pertolongan, minta sampaikan hajat bertawassul dan memberi salam kepada Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah, adalah menyeru kepada hakikat yang tidak nyata malah hanya kosong dan dalam khayalan. la hanya merupakan Imam menurut fahaman Syiah atau Imam Mahdi.


Penutup

Hakikat Wali Qutb, Abdal, Awtad, Nujaba', Rijal al-Ghaib dan Rijal Allah sebenarnya tidak wujud dalam Islam yang berdasarkan al-Qur'an, al-Sunnah dan al-Salaf al-Salih, tetapi berasal daripada fahaman Syiah. Pengertian Qutb juga sama dengan Haqiqah Muhammadiyyah, Nur Muhammad, Insan Kamil dan Roh Muhammadi. la juga bersamaan dengan al-'Aql al-Awal bagi Plato dan al-Kalimah dalam Kristian.

* Sanad kepada AH ini mencerminkan ada hubungan antara tasawuf dengan Syi'ah (tasyayyu') - Penulis.

sumber : www.al-ahkam.net dan JAKIM
 
Hijab Diangkat

Sejak bermula kemunculan mereka di tengah-tengah umat Islam pada zaman dahulu hingga ke hari ini, golongan bertasawwuf telah memberi tumpuan kepada perkara ghaib yang merupakan satu dari ajaran pokok agama Islam, dan cuba memusnah dan mencabut akar umbinya dari hati orang-orang yang mengikuti jalan mereka dan menuruti agenda mereka. Sedangkan Allah telah menjadikan keimanan kepada perkara ghaib itu sifat pertama orang-orang yang bertaqwa seperti firmanNya di dalam surah al-Baqarah:

الم, ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين, الذين يؤمنون بالغيب.

Maksudnya lebih kurang: “Alif Laam Miim, itulah kitab yang tiada keraguan, di dalamnya ada petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, yang beriman dengan perkara ghaib.”

Allah telah menjadikan keimanan kepada perkara ghaib itu sebagai sifat orang-orang yang bertaqwa, yang berpandu kepada al-Quran dan as-Sunnah, ialah agar orang-orang yang beriman itu bersatu dalam cara penerimaan, iaitu mereka tidak menerima khabar mengenai perkara-perkara ghaib melainkan dari Allah yang mewahyukannya kepada rasul-rasul dan nabi-nabiNya sahaja. Golongan bertasawwuf merupakan orang-orang pertama yang meruntuhkan ajaran pokok agama Islam ini dengan mengadakan apa yang mereka namakan “kasyfu tasawwuf” yang menurut mereka bererti diagkatkan hijab dari hati dan pandangan seseorang yang bertasawwuf supaya dia dapat melihat segala-gala yang ada di langit dan di bumi!! Tiada sehelai daun yang gugur melainkan dia ada melihatnya!! Dan tiada setitik air yang jatuh dari langit melainkan dia mengetahuinya!! Tiada bayi yang lahir, tiada ikatan yang terikat, tidak bergerak sesuatu yang diam atau tidak berdiam sesuatu yang bergerak melainkan semuanya ada di dalam pengetahuan orang yang bertasawwuf belaka.

Di dalam hasil-hasil karya golongan bertasawwuf terdapat ungkapan-ungkapan yang menandakan bahawa di depan seseorang yang bertasawwuf tiada hijab dan tiada pintu yang tertutup rapat!! Ia tidak mengalami sebarang kesukaran untuk mengetahui sesuatu yang ada di bumi dan di langit!! Bahkan ia tahu apa yang dituliskan di Luh Mahfuz setiap saat, tahu dengan bahasa apa yang dituliskan dan dengan qalam mana digunakan, tahu segala rahsia isi kandungan al-Quran dan tahu apa yang ada sejak azali dan apa yang akan berlaku pada zaman abadi!!

Golongan bertasawwuf mendakwa seseorang yang bertasawwuf, dikasyafkan kepadanya pengertian-pengertian al-Quran dan hadits-hadits yang tidak diketahui ulama’ syariat, yang mereka namakan ulama’ zahir, ulama’ kertas dan atsar yang disalin dari orang-orang yang telah meninggal dunia.

Golongan bertasawwuf menerima ilmu-ilmu itu terus menerus dari Rasulullah s.a.w, kadang-kadang dalam keadaan sedar dan kadang-kadang dalam keadaan tidur! Mereka bertanya kepada Baginda s.a.w dan memperolehi banyak ilmu darinya secara langsung!! Lebih daripada itu mereka mendakwa mempunyai ilmu-ilmu yang tidak terdapat di dalam al-Quran dan as-Sunnah, dan memperolehinya dari Nabi Khaidhir a.s yang berpegang kepada syariat kebatinan dan yang membekalkannya kepada para wali!! Nabi Musa dan seluruh nabi-nabi yang lain, termasuk Nabi Muhammad s.a.w, berpegang kepada syariat yang zahir!! Nabi Khaidhir mengikut syariat kebatinan yang menghalalkan mana yang haram di sisi syariat yang zahir!! Kerana itulah Nabi Khaidhir membunuh seorang budak muda tanpa sebarang dosa, merosakkan perahu orang yang menumpangkannya secara percuma dan menegakkan dinding yang hampir roboh di kampung penduduk yang tidak berbudi kepadanya!! Perbuatan-perbuatan itu telah disangkal dan ditolak oleh pemegang-pemegang syariat yang zahir seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Musa a.s! Golongan bertasawwuf itu mendakwa berpegang kepada syariat kebatinan yang kononnya dipegang oleh Nabi Khaidhir, dan dari Nabi Khaidhir juga mereka mempelajari ilmu-ilmu yang khusus yang disangkal oleh pengikut-pengikut syariat yang zahir kerana kejahilannya!!

Yang anehnya di antara ajaran-ajaran ilmu kebatinan yang mereka dakwa telah mempelajarinya ialah berzina, berhubungan seks dengan keldai, liwat, minum khamar, berbogel, terpekik-pekik di jalan-jalan, memaki hamun muazzin-muazzin sewaktu masuk waktu solat, mencemuh dan menghina nabi-nabi, mendakwa setiap makhluk ialah Allah, memberi salam kepada anjing dan babi, bersimpati kepada iblis dan cuba mencapai martabatnya, menjadikan Firaun lebih mengetahui tentang Allah daripada Nabi Musa a.s, membersihkan kaum Nabi Nuh dari tuduhan syirik dan mendakwa Nabi Muhammad bersemayam di Arasy!

Ini adalah sebahagian kecil daripada ajaran-ajaran kebatinan yang diperolehi golongan bertasawwuf melalui kasyaf, iaitu penyingkapan hijab dari penglihatan mata dan hati untuk melihat hakikat dalam keadaan yang sebenar. Mereka mendakwa Nabi Khaidhir itulah yang mengajarkannya kepada mereka! Bahkan sesetengah mereka melangkah lebih jauh lagi dalam pembohongan dan pendustaan hingga ke tahap yang paling rendah dengan mendakwa mereka menerima ilmu-ilmu itu daripada malaikat pembawa ilham sebagaimana Nabi Muhammad s.a.w menerima ilmu-ilmunya daripada malaikat pembawa wahyu! Sementara yang lain pula mendakwa mereka menerima ilmu-ilmu mereka daripada Allah secara langsung tanpa perantaraan dan ilmu-ilmu itu tercetak di dalam jiwa mereka! Kepada mereka diperlihatkan segala perkara di dalam azali dan segala hal pada zaman abadi melalui roh-roh mereka, juga tanpa perantaraan! Keazaman mereka tiba di langit dan apa yang di atas langit, dan tiba di bumi dan apa yang di bawah bumi!

Malahan golongan bertasawwuf itu telah meluaskan skop kasyaf mereka dengan mendakwa bahawa melalui kasyaf itu mereka mengetahui rahsia-rahsia huruf terputus di permulaan sesetengah surah al-Quran. Mereka boleh meriwayatkan kisah-kisah sebenar para anbiya’ dan boleh bertemu dan berhimpun dengan mereka serta menanyakan cerita-cerita terperinci mengenai diri dan pengalaman masing-masing! Mereka mendakwa telah memperolehi lebih banyak daripada apa yang termaktub di dalam al-Quran! Mereka mendakwa telah melihat syurga dan neraka dengan mata kepala sendiri! Malahan bagi mereka neraka tidak mempunyai sebarang nilai kerana menurut mereka api neraka itu akan padam andainya salah seorang daripada mereka meludahnya sepertimana yang disebutkan oleh Abu Yazid al-Bastami dan tokoh-tokoh mereka yang lain! Bagi mereka memandang kepada syurga itu suatu perbuatan syirik dan kotor kerana mereka hanya memandang kepada Allah semata-mata! Seorang dari mereka apabila membaca firman Allah: “منكم من يريد الدنيا ومنكم من يريد الأخرةyang bermaksud lebih kurang: “Di antara kamu ada yang mahukan dunia, dan di antara kamu ada yang mahukan akhirat” telah mencemuh para sahabat dengan berkata: “Cis! Tiadakah di antara kamu yang mahukan Allah?!!” Begitu juga seorang yang lain dari kalangan mereka, sewaktu membaca firman Allah: “إن أصحاب الجنة اليوم في شغل فاكهونyang maksudnya lebih kurang: “Sesungguhnya penghuni-penghuni syurga pada hari itu bersenang-lenang dalam pekerjaannya”, telah berkata: “Penghuni-penghuni syurga itu telah dilekakan daripada mengingati Allah!”

Pendek kata golongan bertasawwuf itu menganggapkan diri mereka telah dapat menyingkap pengertian-pengertian al-Quran yang didakwanya berbeza daripada apa yang diketahui oleh para-para sahabat Rasulullah s.a.w dan para ulama’ di sepanjang zaman! Bagi mereka, kitab suci al-Quran mengandungi pengertian-pengertian yang lain daripada yang diketahui umum kaum muslimin, dan mengandungi banyak ilmu yang hanya diketahui oleh mereka sahaja!

Sedangkan sebenar-benar ilmu yang mereka dakwakan itu tidak termaktub sama sekali di dalam al-Quran kerana ilmu yang mereka maksudkan itu ialah falsafah-falsafah lama, khurafat, dan kepercayaan-kepercayaan karut yang diperkenalkan oleh filosof-filosof Greek purba, kahin-kahin Hinduisma, syaitan-syaitan Majusi, konsep penghalalan segala-gala dari ajaran mani dan mazdak dan berbagai-bagai jenis dongeng yang dijadikan oleh golongan bertasawwuf itu sebagai kasyaf dan hakikat tasawwuf, juga sebagai pengertian-pengertian al-Quran dan pengertian-pengertian hadits Rasulullah s.a.w! Ada pula di antara mereka yang pernah mendabik dada mengaku dengan berkata: “Kami mengharungi samudera, sementara para nabi hanya berdiri di tebingnya sahaja!” untuk menunjukkan dirinya lebih banyak berpengetahuan dan makrifat seperti pencapaian ilmu daripada yang terdapat pada diri para nabi!


Kasyaf Dalam Buku “Al-Insanu Al-Kamil”

Salah seorang tokoh dari kalangan yang bertasawwuf, iaitu Abdul Karim al-Jili, telah menghasilkan sebuah karya yang diberi judul “al-Insanu al-Kamil fi Makrifati al-Awakhiri wa al-Awa’ili. Menurut dakwaan al-Jili, isi kandungan bukunya itu diperolehi dari Allah dan Allah telah menyuruhnya supaya diterbitkan untuk tatapan orang ramai dan ianya didokong keterangan-keterangan dari al-Quran dan as-Sunnah! Sedangkan pada hakikatnya isi kandungan buku ini tidak sedikitpun sejalan dengan keterangan-keterangan al-Quran dan sunnah Rasulullah s.a.w, bahkan lebih berupa himpunan ajaran-ajaran sesat dan zindik! Di antara isi kandungannya ialah dakwaan bahawa hanya Allah semata-mata yang ada di dalam wujud ini! Dialah yang telah menciptakan kewujudan dari diriNya untuk diriNya! Di sana tiada sesuatupun melainkan Dia dan Dialah tuhan, hamba, syaitan, rahib, langit, bumi, kegelapan, cahaya, anak kambing, serigala yang ganas, dan sebagainya!

Dari mula hingga akhir, tulisan-tulisan di dalam buku di dalam buku tersebut berkisar di sekitar pengertian yang satu iaitu menyempitkan Allah dengan sifat-sifat makhluk serta mendakwa makhluk itulah sebenarnya ‘ain khaliq! Di samping itu penulis menambah pula bahawa Nabi Muhammad s.a.w ialah manusia yang sempurna dan tuhan yang sempurna yang bersifat dengan semua sifat Allah! Menurutnya, huruf “Ha” yang terdapat pada lafaz “Huwa” di dalam ayat “قل هو الله أحدadalah kembali kepada Muhammad. Dengan demikian erti ayat tersebut ialah “Katakanlah, wahai Muhammad! Dia, iaitu engkau, ialah Allah Yang Maha Esa.” (al-Insanu al-Kamil fi Makrifati al-Awakhiri wa al-Awa’ili, halaman 31). Inilah antara kasyaf yang telah diperolehi Abdul Karim al-Jili dari alam ghaib yang jelas bertentangan dengan keterangan al-Quran dan as-Sunnah.
 
MURID Tok Kenali Kelantan yang menjadi ulama besar yang terkenal memang ramai. Syeikh Utsman Jalaluddin Penanti al-Kalantani termasuk salah seorang di antara mereka. Perjuangan jihad keilmuan Syeikh Utsman Jalaluddin Penanti, sama ada dalam penerapan di ruangan mengajar mahu pun menyebarkan pengkaryaan tulisan mempunyai sistem yang tersendiri. Jika kita menoleh ke belakang sewaktu mencari ilmu itu sendiri Utsman Jalaluddin mempunyai pengalaman yang berbeza dari orang lain.
Nama lengkap beliau ialah Syeikh Utsman Jalaluddin Penanti bin Muhammad bin Abdus Shamad al-Kalantani, lahir di Kampung Panjang, Daerah Sering, Kota Bharu, Kelantan pada tahun 1297 H/1880 M. Ada riwayat lain menyebut bahawa beliau lahir tahun 1300 H/1882 M dan wafat di Mekah, hari Jumaat, 30 Zulhijjah 1371 H/19 September 1952 M. Saya berpendapat, kelahiran tahun 1300 H/1882 M adalah yang dapat dipegang kerana menurut riwayat, Utsman Jalaluddin sama tua dengan sahabatnya, Syeikh Ismail bin Abdul Qadir al-Fathani atau Pak De `El, yang lahir tahun 1300 H/1882 M.
 

Sewaktu masih berada di Kelantan, Utsman Jalaluddin belajar kepada Haji Jamal di Perupok. Selanjutnya belajar kepada Mufti Haji Wan Muhammad bin Tuan Tabal. Utsman Jalaluddin melanjutkan pelajarannya di Mekah dan bermukim di sana mulai tahun 1319 H/1901 M. Pada tahun tersebutlah Utsman Jalaluddin bersahabat dengan Pak De `El al-Fathani.
Kedua-duanya termasuk golongan murid termuda Syeikh Ahmad al-Fathani. Walau bagaimana pun, kedua-duanya duduk dalam majlis pengajian dengan orang-orang yang lebih tua, di antara mereka ialah Tok Kenali.
Syeikh Utsman Jalaluddin al-Kalantani dan Pak De `El al-Fathani, sempat belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani hanya sekitar tujuh tahun sahaja, kerana Syeikh Ahmad al-Fathani meninggal dunia pada tahun 1325 H/1908 M. Walau pun masih ramai guru beliau di Mekah selain, Syeikh Ahmad al-Fathani, namun Syeikh Utsman Jalaluddin akhirnya pulang ke Kelantan dan belajar kepada Tok Kenali.
Syeikh Utsman Jalaluddin kahwin dengan Hajah Sara binti Haji Muhammad Saleh bin Syeikh Jalaluddin al-Kalantani. Mengenai datuk pada Hajah Sara, iaitu Syeikh Jalaluddin bin Muhammad Yusya bin Abdul Ghafur al-Kalantani. (Rujuk Bahagian Agama, Utusan Malaysia, terbitan hari Isnin, 13 September 2004, Seksyen 3, halaman 9.)
Hendaklah diperhatikan bahawa Hajah Sara (isteri Syeikh Utsman Jalaluddin) neneknya juga bernama Hajah Sara (isteri Syeikh Jalaluddin bin Muhammad Yusya bin Abdul Ghafur al-Kalantani). Hajah Sara binti Haji Muhammad Tahir al-Fathani adalah adik-beradik dengan Haji Ibrahim (Pak Him). Haji Ibrahim (Pak Him) ini ialah ayah kepada Mufti Haji Abdullah Fahim (Mufti Pulau Pinang), iaitu datuk kepada Datuk Seri Abdullah Badawi Perdana Menteri Malaysia).
Salah seorang anak Syeikh Utsman Jalaluddin ialah Tuan Guru Haji Saleh. Pertama kali saya berjumpa Tuan Guru Haji Saleh, iaitu pada tahun 1976 dan baru-baru ini pada malam Ahad, 30 Rejab 1426 H/4 September 2005 M, beliau datang ke majlis tempat saya mengajar. Pada tarikh tersebut banyak maklumat baru saya dengar daripada Tuan Guru Haji Saleh di antaranya; ada yang dimuat dalam artikel ini. Tuan Guru Haji Saleh menceritakan bahawa beliau belajar kitab Tashil Nail al-Amani (nahu) dari ayahnya Syeikh Utsman Jalaluddin.
Syeikh Utsman Jalaluddin secara langsung bersama-sama Pak De `El al-Fathani belajar kepada penyusun kitab itu, iaitu Syeikh Ahmad al-Fathani.
Tuan Guru Haji Saleh menceritakan pula, bahawa ayahnya Syeikh Utsman Jalaluddin menceritakan Syeikh Ahmad al-Fathani adalah seorang yang sangat bijak menggubah syair dan sangat besar pengaruhnya di Mekah. Kata beliau, pernah terjadi seorang yang telah dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Mekah. Keluarga yang dihukum, mengadu halnya kepada Syeikh Ahmad al-Fathani. Syeikh Ahmad menggubah syair, dikirim kepada Sultan Turki dan Mahkamah Mekah. Akhirnya, orang yang telah jatuh hukuman mati itu tidak jadi dijatuhi hukuman mati.
 [pagebreak]
Syeikh Utsman Jalaluddin Penanti al-Kalantani termasuk ulama dunia Melayu yang menghasilkan karya yang banyak ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu. Di antaranya ialah:
1. Tathrif al-Arfi fi Tashrif ash-Sharf, ditulis dalam dwi bahasa, Arab dan Melayu. Diselesaikan pada 23 Zulhijjah 1354 H/1935 M. Kandungan membahas ilmu saraf. Di antara maklumat pada mukadimah Syeikh Utsman Jalaluddin mencatatkan, ``Padahal sungguhnya telah hamba pungut akan dia daripada mutiara tashrif yang amat elok bagi guru hamba yang alim lagi yang amat dalam ilmunya, lagi menghimpun bagi beberapa fan ilmu yang bangsa kepada agama, iaitu Muhammad Yusuf yang dimasyhurkan gelarannya di seluruh tanah-tanah Melayu dengan Tok Kenali di negeri Kelantan. Yang telah diwafatkan dia pada hari Ahad, 2 Syaaban 1352 Hijrah.
Mudah-mudahan diliputi kiranya akan dia oleh Allah Subhanahu wa Taala dengan rahmat-Nya yang diredhai. Dan demikian tashrif itu, ialah daripada seelok-elok peraturan pada permulaan pengajaran ilmu Arab. Dan sungguhnya tiada hampir didapatkan seumpamanya pada masa yang kemudian, dan pada masa yang dahulu-dahulu... Cetakan yang pertama Mathbaah Persama, 83 Achen Street, Penang, 1354 H. Cetakan yang kedua oleh percetakan yang sama tahun 1358 H dijadikan tiga juzuk, ialah juzuk yang pertama dan kedua dalam satu jilid, sedang juzuk yang ketiga dalam jilid yang lain.
2. Asy-Syarh al-Kabir, ditulis dalam bahasa Arab. Diselesaikan pada 16 Syaaban 1358 H/30 September 1939 M. Kandungan membahas ilmu saraf. Di halaman kulit belakang diiklankan nama-nama karya Syeikh Utsman Jalaluddin ialah: Fath al-Muin Arab-Melayu, jilid 1 sampai jilid 4, Tafsir Jalalain Arab-Melayu, jilid 1 dan jilid 2, Mathali al-Anwar wa Majalial-Azhar, jilid 1 dan jilid 2, Qiladah al-Iqyan fi Syabi al-Iman, jilid 1, Mir-ah al-Iman, Miftah al-Jinan (tasawuf), Siraj al-Islam Hadits Nur Nabi, Nujum al-Muhtadin Perbahasan Kaum Muda, dan Tarif al-Urfi fi `Ilmi at-Tashrif (Arab-Melayu). Dicetak oleh Mathbaah Persama, 83 Achen Street, Penang, Ramadhan 1358 H/Oktober 1939 M
3. Ad-Durrah an-Nafiah fi Asyrath as-Saah), kitab ini terdiri beberapa penggal. Kandungan membahas tentang tanda-tanda hari kiamat, berdasarkan al-Quran, hadis dan tafsiran para ulama yang muktabar. Cetakan yang pertama, The United Press, Pulau Pinang, tanpa dinyatakan tarikh. Pada cetakan terdapat kata pujian dari Haji Abdullah Pak Him, Mufti Pulau Pinang dan Seberang Perai, Haji Ahmad Saad al-Mashri dan Haji Ahmad Tuan Husein, tarikh 2 Safar 1371 H.
Keseluruhan karya Syeikh Utsman Jalaluddin belum dapat disenaraikan semuanya dalam artikel ini, kerana saya berasa perlu mengambil data dan memperkenalkan sebuah karya beliau yang berjudul Anwar al-Huda wa Amthar an-Nada. Kitab ini adalah merupakan syarah Tafsir al-Jalalain yang mengkombinasikan bahasa Arab dan bahasa Melayu. Tafsir ini disebarkan secara berjilid untuk khairat Madrasah Manabi al-Ulum yang diasaskan oleh pengarangnya di Penanti, Bukit Mertajam, Pulau Pinang.
Pada halaman depan tafsir ini tertulis Syarhu Tafsir al-Jalalain. Di bawahnya dinyatakan Arab, Melayu yang dinamakan Anwar al-Huda wa Amthar an-Nada yang diterjemahkan di bawahnya kepada bahasa Melayu dengan ``Beberapa Cahaya Bagi Penunjuk Dan Beberapa Hujan Bagi Embun. Sesudah itu, penyusunnya menggubah tujuh bait syair (puisi) bahasa Arab yang beliau terjemahkan kepada bahasa Melayu klasik.
Pada halaman 2 dan 3 beliau menggubah syair Arab yang panjang terdiri 29 bait, juga beliau terjemah ke dalam bahasa Melayu klasik. Syeikh Utsman Jalaluddin pada mukadimahnya, memberi komentar yang panjang mengenai ilmu tafsir. Menurut beliau tentang pentafsiran al-Quran, ``Mulai daripada masa Nabi s.a.w. hingga kepada zaman yang kemudian daripada sahabat-sahabat, dan tabiin, dan tabiit tabiin hingga kepada zaman `ulama yang kemudian atas qaul yang tahqiq, yang berhubung segala sanad mereka itu kepada Nabi s.a.w. Sesungguhnya awal-awal yang menghimpunkan segala huruf tafsir itu ialah sekelian sahabat Nabi s.a.w. di dalam Mekah, dan `Atha bin Abi Rabah dan Mujahid daripada tabiin, dan lain-lainnya yang memindah oleh sekelian mereka itu daripada Saiyidina Abdullah bin Abbas. Yang ia memindah daripada Nabi s.a.w..
Daripada kenyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahawa, ``sanad yang bersambung sampai kepada Rasulullah s.a.w. adalah sangat penting dalam ilmu-ilmu Islam termasuk juga ilmu tafsir. Golongan yang bukan daripada golongan ulama, jika mereka mentafsirkan al-Quran adalah sukar untuk dapat diterima, kerana para ulama memberikan persyaratan yang ketat mengenai itu.
 [pagebreak]
Disiplin
Syeikh Utsman Jalaluddin dalam Anwar al-Huda dengan memetik dari Syarh Ihya `Ulumid Din bahawa seseorang yang akan mentafsir al-Quran mestilah menguasai sekurang-kurangnya lima belas disiplin ilmu. Ilmu-ilmu itu ialah:
1. Ilmu Lughah, 2. Ilmu Nahwu, 3. Ilmu Tashrif, 4. Ilmu Isytiqaq, 5. Ilmu Maani, 6. Ilmu Bayan, 7. Ilmu Badi, 8. Ilmu Qiraat, 9. Ilmu Ushulid Din, 10. Ilmu Usul Fiqh, 11. Ilmu Asbab an-Nuzul, 12. Ilmu Fiqh, 13. Ilmu Nasikh dan Mansukh, 14. Ilmu Hadis, 15. Ilmu Ludunni.
Pada bahagian ini juga, Syeikh Utsman Jalaluddin menceritakan pandangan gurunya Tok Kenali, kata beliau, ``Syahdan adalah guru hamba al-Alim al-Allamah Syeikh Muhammad Yusuf Kenali, Kelantan, yang diwafatkan dia pada 2 Syaaban, hari Ahad, pada tahun 1352 H, beberapa kali disuruh akan dia di hadapan hamba supaya ia mentafsir akan Quran sahaja dengan ketiadaan syarah, maka ia menolak akan dia. Dan ia berkata, ``Kita bukan ahli bagi mentafsir akan Quran dengan ketiadaan syarah karena kita tiada hafaz akan huruf-huruf tafsir dan kalimahnya yang menerangkan maksud ... ``.
Riwayat di atas bukanlah mencerminkan Tok Kenali tidak berkemampuan dalam ilmu tafsir, tetapi adalah memperlihatkan sifat tawadhu beliau. Sebaliknya ada orang yang tidak mendalami ilmu-ilmu Islam, tetapi terlalu ceroboh dan berani untuk mentafsirkan al-Quran hanya berdasarkan pemikiran akal semata-mata tanpa mempedulikan yang telah digariskan oleh para ulama yang muktabar.
Ilmu Laduni Dalam Islam
قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” ( QS Al Baqarah : 32 )
Diantara pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas adalah :
Bahwa semua ilmu yang dimiliki makhluq hidup di bumi dan di langit adalah ajaran dari Allah swt, termasuk ilmu yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, kita katakan bahwa semua ilmu yang dimiliki oleh manusia adalah Ilmu Laduni, yaitu ilmu yang berasal dari Allah swt . Timbul suatu pertanyaan, apa sebenarnya hakikat ilmu laduni menurut pandangan Islam ? apakah seperti yang sering di pahami orang-orang sufi selama ini atau ada arti lain yang lebih benar.
Pengertian Ilmu Laduni
Menurut Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu laduni dalam pengertian umum terbagi menjadi dua bagian. Pertama, ilmu yang didapat tanpa belajar (wahbiy). Kedua, ilmu yang didapat karena belajar (kasbiy).
Bagian pertama :
Bagian pertama ini, terbagi menjadi dua macam:
1. Ilmu Syar’iat, yaitu ilmu tentang perintah dan larangan Allah yang harus disampaikan kepada para Nabi dan Rasul melalui jalan wahyu (wahyu tasyri’), baik yang langsung dari Allah maupun yang menggunakan perantaraan malaikat Jibril. Jadi semua wahyu yang diterima oleh para nabi semenjak Nabi Adam alaihissalam hingga nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ilmu laduni termasuk yang diterima oleh Nabi Musa dari Nabi Khidlir . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Khidhir:
فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا“
Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Al-Kahfi: 65)
Di dalam hadits Imam Al Bukhari, Nabi Khidlir alaihissalam berkata kepada Nabi Musa alaihissalam:
Sesungguhnya aku berada di atas sebuah ilmu dari ilmu Allah yang telah Dia ajarkan kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau (juga) berada di atas ilmu dari ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak mengetahuinya juga.”
Ilmu syari’at ini sifatnya mutlak kebenarannya, wajib dipelajari dan diamalkan oleh setiap mukallaf sampai datang ajal kematiannya.
2. Ilmu Ma’rifat (hakikat), yaitu ilmu tentang sesuatu yang ghaib melalui jalan kasyf (wahyu ilham/terbukanya tabir ghaib) atau ru’ya (mimpi) yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hambaNya yang mukmin dan shalih.
Ilmu kasyf inilah yang dimaksud dan dikenal dengan julukan “ilmu laduni” di kalangan ahli tasawwuf. Sifat ilmu ini tidak boleh diyakini atau diamalkan manakala menyalahi ilmu syari’at yang sudah termaktub di dalam mushaf Al-Qur’an maupun kitab-kitab hadits. Menyalahi di sini bisa berbentuk menentang, menambah atau mengurangi.
Bagian Kedua :
Adapun bagian kedua yaitu ilmu Allah yang diberikan kepada semua makhluk-Nya melalui jalan kasb (usaha) seperti dari hasil membaca, menulis, mendengar, meneliti, berfikir dan lain sebagainya.
Dari ketiga ilmu ini (syari’at, ma’rifat dan kasb) yang paling utama adalah ilmu yang bersumber dari wahyu yaitu ilmu syari’at, karena ia adalah guru. Ilmu kasyf dan ilmu kasb tidak dianggap apabila menyalahi syari’at. Inilah hakikat pengertian ilmu laduni di dalam Islam. [1]
Bagaimana Ilmu Laduni menurut orang-orang sufi ?
Ilmu Laduni menurut Sufi adalah sebagai berikut :
1/ “Ilmu laduni” atau kasyf adalah ilmu yang khusus diberikan oleh Allah kepada para wali shufi. Kelompok selain mereka, lebih-lebih ahli hadits, tidak bisa mendapatkannya.
2/ “Ilmu laduni” atau ilmu hakikat lebih utama daripada ilmu wahyu (syari’at). Mereka mendasarkan hal itu kepada kisah Nabi Khidlir alaihissalam dengan anggapan bahwa ilmu Nabi Musa alaihissalam adalah ilmu wahyu sedangkan ilmu Nabi Khidhir alaihissalam adalah ilmu kasyf (hakikat). Sampai-sampai Abu Yazid Al-Busthami (261 H.) mengatakan: “Seorang yang alim itu bukanlah orang yang menghapal dari kitab, maka jika ia lupa apa yang ia hapal ia menjadi bodoh, akan tetapi seorang alim adalah orang yang mengambil ilmunya dari Tuhannya di waktu kapan saja ia suka tanpa hapalan dan tanpa belajar. Inilah ilmu Rabbany.”
3/ Ilmu syari’at (Al-Qur’an dan As-Sunnah) itu merupakan hijab (penghalang) bagi seorang hamba untuk bisa sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan ilmu laduni saja sudah cukup, tidak perlu lagi kepada ilmu wahyu, sehingga mereka menulis banyak kitab dengan metode kasyf, langsung didikte dan diajari langsung oleh Allah, yang wajib diyakini kebenarannya. Seperti Abd. Karim Al-Jiliy mengarang kitab Al-Insanul Kamil fi Ma’rifatil Awakhir wal Awail. Dan Ibnu Arabi (638 H) menulis kitab Al-Futuhatul Makkiyyah.
Untuk menafsirkan sebuah ayat atau untuk mengatakan derajat suatu hadits tidak perlu melalui metode isnad (riwayat), namun cukup dengan kasyf sehingga terkenal ungkapan di kalangan mereka”Hatiku memberitahu aku dari Tuhanku.” Atau”Aku diberitahu oleh Tuhanku dari diri-Nya sendiri, langsung tanpa perantara apapun.”
Sehingga, akibatnya banyak hadits palsu menurut ahli hadits, dishahihkan oleh ahli kasyf (tasawwuf) atau sebaliknya. Dari sini kita bisa mengetahui mengapa ahli hadits (sunnah) tidak pernah bertemu dengan ahli kasyf (tasawwuf). [2]

Salah satu fenomena Ilmu Laduni yang terjadi dimasyarakat adalah apa yang di alami oleh seorang kyai salah satu pendiri Pondok Pesantren di salah satu kota di Jawa Timur .
Kyai yang mempunyai 150-an santri itu mengaku bahwa dirinya mempunyai Ilmu Laduni . Dengan Ilmu Laduni yang dimiliknya, sang kyai tersebut mengaku mampu mengajarkan seseorang untuk menguasai berbagai bahasa dengan tanpa bantuan alat pun, baik video, kaset bahasa asing, laboratorium bahasa, apalagi native speaker. Tetapi cukup para muridnya menjalani beberapa ritual, seperti mandi dan membaca beberapa do’a dan sebagainya. Seseorang yang ingin belajar dengan sang kyai ini dipungut biaya Rp 1 juta. Atau Rp 350.000, tergantung pada level yang ia masuki .Sang kyai tersebut mengaku mendapatkan ilmu laduni itu dari Nabi Khidir AS melalui ritual tirakat (lelaku, bertapa). Tirakat tersebut dimulainya sejak usia tujuh tahun. Dan biasanya dilakukan di tepi laut sambil mencari ikan. Pada usia sekitar 12 tahun, sang kyai tersebut mengaku bertemu dengan Nabi Khidir AS di tepi laut. Dalam pertemuan itu, menurutnya bahwa wujud Nabi Khidir AS berupa seorang manusia yang mengenakan pakaian seperti rakyat biasa. Kemudian nabi Khidir mengangkatnya sebagai muridnya.. [3]
Bantahan Singkat Terhadap Kesesatan di atas :
1. Kasyf atau ilham tidak hanya milik ahli tasawwuf. Setiap orang mukmin yang shalih berpotensi untuk dimulyakan oleh Allah dengan ilham. Abu Bakar radhiallahu anhu diilhami oleh Allah bahwa anak yang sedang dikandung oleh isterinya (sebelum beliau wafat) adalah wanita. Dan ternyata ilham beliau (menurut sebuah riwayat berdasarkan mimpi) menjadi kenyataan. Ibnu Abdus Salam mengatakan bahwa ilham atau ilmu Ilahi itu termasuk sebagian balasan amal shalih yang diberikan Allah di dunia ini. Jadi tidak ada dalil pengkhususan dengan kelompok tertentu, bahkan dalilnya bersifat umum, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam:”Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui.” (Al-Iraqy berkata: HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari Anas radhiallahu anhu, hadits dhaif).
Ini sesuai juga dengan firman Allah swt dalam surat Al Baqarah : 282
وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ
dan bertaqwalah kamu kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu”
Firman Allah di dalam surat Al Hijr : 75
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّلْمُتَوَسِّمِينَ
Dan sesungguhnya pada peristiwa tersebut ( hancurnya kaum Luth ) merupakan tanda bagi orang- orang yang mempunyai firasat “
Perlu di garis bawahi disini, bahwa orang yang punya kelebihan tersebut tidak akan mengaku- ngaku atau mengumumkan ilmu yang ia miliki di depan umum, apalagi sengaja untuk dikomersialkan demi mencari kekayaan dunia. Sungguh hal ini tidak sesuai dengan ruh ajaran Islam yang mengajarkan uamtnya untuk tidak riya’, apalagi menggunakan agama sebagai kendaran untuk mencari dunia. [4]
2.Nabi khidir – menurut sebagian para ulama- diutus kepada kaum tertentu, sebagaimana nabi Musa as hanya diutus kepada bani Israil. Dan suatu hal yang sangat wajar sekali, apabila di satu zaman ada dua nabi atau lebih. Buktinya ?
Dalam surat Yasin ayat 13-14,Allah berfirman :
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلاً أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءهَا الْمُرْسَلُونَ إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ
Berikan ( wahai Muhammad ) kepada mereka sebuah permitsalan para penduduk suatu negri , ketika datang kepada mereka para utusan Allah . Ketika Kami utus kepada mereka 2 orang rosul, maka mereka mendustakan keduanya, maka Kami perkuat dengan rosul yang ketiga, mereka berkata ; “ Sesungguhnya kami adalah utusan Allah kepada kamu sekalian “
Contoh yang lain adalah nabi Ibrohim, Ismail, Ishaq dan nabi Luth mereka hidup dalam satu zaman, begitu juga nabi Daud dan Sulaiman, nabi Ya’qub dan Yusuf , nabi Musa , Harun dan Syu’aib, dan terakhir nabi Zakaria, Isa dan Yahya.
3. Nabi Khidir as juga bukan pengikut nabi Musa as dan tidak diperintahkan untuk mengikutinya , sehingga boleh-boleh saja bagi nabi Khidir berbuat tidak seperti apa yang diajarkan nabi Musa as, karena setiap nabi mempunyai manhaj dan syareah yang berbeda-beda. Kemudian setelah itu datang seseorang mengaku sebagai wali Allah dan mempunyai ilmu laduni , sehingga membolehkan dirinya keluar – atau tidak mengikuti syareah yang di bawa nabi Muhammad saw. Na’udzibillahi mindzalik
Jangankan dia….yang namanya nabi Isa as saja, nantinya kalau turun ke bumi lagi untuk membunuh Dajjal, akan ikut dan patuh dengan syareat nabi Muhammad saw.
[5]
4.Adapun pernyataan Abu Yazid, maka itu adalah suatu kesalahan yang nyata karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam hanya mewariskan ilmu syari’at (ilmu wahyu), Al-Qur’an dan As-Sunnah. Nabi mengatakan bahwa para ulama yang memahami Al-Kitab dan As-Sunnah itulah pewarisnya, sedangkan anggapan ada orang selain Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam yang mengambil ilmu langsung dari Allah kapan saja ia suka, maka ini adalah khurafat sufiyyah. 5.Anggapan bahwa ilmu syari’at itu hijab adalah sebuah kekufuran, sebuah tipu daya syetan untuk merusak Islam. Karena itu, tasawwuf adalah gudangnya kegelapan dan kesesatan. Sungguh sebuah sukses besar bagi iblis dalam memalingkan mereka dari cahaya Islam.
6.Anggapan bahwa dengan “ilmu laduni” sudah cukup adalah kebodohan dan kekufuran. Seluruh ulama Ahlussunnah termasuk Syekh Abdul Qodir Al-Jailani mengatakan: “Setiap hakikat yang tidak disaksikan (disahkan) oleh syari’at adalah zindiq (sesat).” [6]
7. Seseorang yang mengaku mendapatkan Ilmu Laduni, sebagaimana yang di dapat oleh Nabi Khidir as, sama saja ia mengaku mendapatkan wahyu dari langit, karena yang didapat nabi Khidir adalah wahyu. Seseorang bisa mengetahui ilmu ghoib dengan perantara Jin atau Syetan , karena Jin dan Syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal ghoib dari langit. Sebagaimana firman Allah didalam surat Al Hijr : 17-18,
وَحَفِظْنَاهَا مِن كُلِّ شَيْطَانٍ رَّجِيمٍ إِلاَّ مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُّبِينٌ“
Dan Kami jaga langit2 tersebut dari syetan yang terlaknat, kecuali mereka yang mencuri pendengaran ( dari hal2 yang ghoib ) , maka dia akan dikejar oleh batu api yang nyata “
Ayat – ayat senada juga bisa dilihat di dalam surat As Shoffat :10 dan Surat Jin : 9.
8. Seseorang yang mengaku mempunyai ilmu laduni dengan perantara ilmu-ilmu kanuragan ( ilmu kesaktian ) yang ia dapatkan dengan latihan-latihan tertentu, seperti bertapa di tengah sungai selama 40 hari 40 malam, atau puasa selama 40 hari berturut-turut, atau dengan hanya makan nasi putih saja tanpa lauk dalam jangka waktu tertentu atau dengan cara-cara lain yang sering dikerjakan sebagian orang. Maka kita akan tanyakan kepadanya, apakah cara-cara seperti itu pernah diajarkan oleh Rosulullah saw dan para sahabatnya atau tidak ? kalau jawabannya tidak, berarti dia mendapatkan ilmu tersebut dengan meminta bantuan dari jin dan syetan.Sebagaimana seseorang bisa menjadi kaya mendadak dengan meminta bantuan Jin dan Syetan. Perbuatan seperti ini dilarang oleh Islam, sebagaimana firman Allah didalam surat Jin : 6
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
Dan sesungguhnya ada diantara manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin , maka segolongan Jin itu hanya aka menambah kepada mereka kesusahan. “
Kita dapati banyak orang pada zaman sekarang yang memelihara Jin untuk memperoleh kekayaan dengan cepat, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah kesusahan. Mereka akhirnya mati secara mengenaskan karena menjadi “ tumbal” Jin yang ia pelihara … Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firmanNya. [7]
 

[1] Lihat Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu Laduni, Antara Hakikat dan Khurafat (http://van.9f.com/ilmu_laduni.htm)
[2] Lihat Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu Laduni, Antara Hakikat dan Khurafat (http://van.9f.com/ilmu_laduni.htm)
[3] Lihat Gatra Senin 4 April 20052. Lihat Ahmad Zain An Najah, Ilmu Laduni, dalam www.al-ukhuwah.com atau www.swaramuslim.net.
[5] Lihat Ahmad Zain An Najah, Ilmu Laduni, dalam www.al-ukhuwah.com atau www.swaramuslim.net.
[6] Lihat Abu Hamzah As-Sanuwi, Ilmu Laduni, Antara Hakikat dan Khurafat (http://van.9f.com/ilmu_laduni.htm)
[7] Lihat Ahmad Zain An Najah, Ilmu Laduni, dalam www.al-ukhuwah.com atauwww.swaramuslim.net. Lihat juga Ilmu Laduni, karya Imam Ghozali, penerbit : Al Hikmah ( Mizan Group ) ,