Www.shiahali.wordpress
Pernahkah anda mendengar orang yang mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak dimana-mana, mengingkari bahwa Allah diatas ‘Arsy, menolak semua sifat Allah, mengingkari takdir, Al-Qur’an adalah mahluk ?? Ketahuilah itu adalah sisa-sisa pemahaman sesat dari sekte jahmiyyah. Meskipun tokohnya Jahm bin Shafwan telah disembelih oleh Sulam bin Ahwaz al-Mazini penguasa Moru di akhir pemerintahan Bani Umaiyyah karena bahayanya pemikiran jahmiyyah, namun pemikirannya tidak mati dan menyebar luas sampai sekarang. Banyak yang tidak sadar bahwa dirinya terpengaruh paham Jahmiyah yang sesat ini. A. SEJARAH JAHMIYAH ? Para ulama menyebutkan bahwa Ja’d bin Dirham merupakan pencetus dan penebar embrio pertama pemikiran Jahmiyah yang kemudian digulirkan oleh Jahm bin Shafwan, sehingga pemikiran tersebut dinisbatkan kepadanya. Menurut salah satu riwayat bahwa Ja’d mengambil pemikiran dari Aban bin Sam’an, dan Aban mengambil dari Thalut anak saudara perempuan Lubaid bin al-A’sham, seorang Yahudi yang pernah menyihir Nabi. Lihat al-Milal wan Nihal, (173) karya as-Sahrastani, al-Farqu baina al-Firaq, hal.194 oleh al-Baghdadi dan Thabaqah al-Hanabilah (1/32) karya Ibnu Abu Ya’la, dan Maqalaat Islamiyyah (1/312). B. KENAPA JAHMIYAH DIKATAKAN SESAT ? Jahm bin Shafwan bisa dianggap penebar kesesatan kawakan, karena ia telah menghimpun tiga kebid’ahan yang sangat buruk dan berbahaya disamping beberapa bid’ah yang lain : Pertama : Bid’ah Ya’thil yaitu peniadaan sifat-sifat Allah dan menyangka bahwa Allah tidak bisa disifati dengan sifat apa pun, karena pemberian sifat bisa mengakibatkan penyerupaan dengan makhluk-NyaAr-Radd ‘alaa Jahmiyyah, hal.17 karya Imam ad-Darimi, dan Majmuu’ Fataawaa (5/20) Kedua : Bid’ah Jabr yaitu pernyataan bahwa menusia tidak mempunyai kemampuan dan daya upaya sama sekali bahkan semua kehendaknya muncul dalam keadaan dipaksa oleh kehendal Allah, maka ia menganggap perbuatan manusia dinisbatkan kepadanya hanya sekedar metaforaMaqalaat Islamiyyin al-Asy’ari (1/312) Ketiga: Bid’ah Irja’ bahwa iman cukup hanya dengan ma’rifat, barang siapa yang inkar di lisan maka hal tersebut tidak membuatnya kafir sebab ilmu dan ma’rifat tidak bisa lenyap karena ingkar, dan keimanan tidak berkurang dan semua hamba setara dalam keimanannya serta iman dan kufur hanya dalam hati tidak dalam perbuatan. Maqalaat Islamiyyin (1/312)] Asy-Syaikh ‘Abdul-Qadiir Al-Jiilaaniy rahimahullah (wafat 561 H) berkata dalam menjelaskan tentang Jahmiyah, dalam kitab Al-Ghun-yah li-Thaalibiy Thariiqil-Haqq (1/128; Daar Ihyaa At-Turaats, Cet. 1/1416) : “Pasal : Adapun Jahmiyyah, maka ia dinisbatkan pada Jahm bin Shafwaan dimana ia berkata : 1. Iman adalah hanyalah ma’rifah kepada Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh apa yang datang di sisinya; 2. Al-Qur’an adalah makhluq; 3. Allah tidak pernah berbicara kepada Musa (secara langsung); 4. Allah ta’ala tidak pernah berfirman (= menafikkan sifat kalaam – ); 5. Allah tidak bisa dilihat; 6. Allah tidak diketahui mempunyai tempat tertentu; 7. Allah tidak mempunyai ‘Arsy dan Kursiy, dan Ia tidak berada di atas ‘Arsy; 8. Mengingkari adanya mawaaziin (timbangan-timbangan) amal (di akhirat); 9. Mengingkari adzab qubur; 10. Surga dan neraka telah diciptakan yang memiliki sifat fana (tidak kekal); 11. Allah ‘azza wa jalla tidak akan berbicara kepada makhluk-Nya dan tidak akan melihat mereka di hari kiamat; 12. Penduduk surga tidak akan (bisa) melihat Allah ta’ala dan tidak pula melihatnya di surga; 13. Iman itu cukup dengan ma’rifatul-qalb tanpa pengikraran dengan lisan; dan 14. Mengingkari seluruh sifat-sifat Al-Haqq (Allah) ‘azza wa jallaa” [selesai].
No comments:
Post a Comment