1. TAREKAT CHISYTIYAH
Khwaja (‘Guru’) Abu Ishaq Chisyti, ‘orang
Syria’, lahir di awal abad kesepuluh. Ia
keturunan Nabi Muhammad saw dan
dinyatakan sebagai ‘keturunan spritual’
ajaran-ajaran batiniah Keluarga (Bani)
Hasyim. Pengikut-pengikutnya berkembang
dan berasal dari Garis para Guru, yang
kemudian dikenal menjadi Naqsyabandiyah
(‘Orang-orang Bertujuan’).
Komunitas Chisytiyah ini, berawal di
Chisyt, Khurasan, khususnya
menggunakan musik dalam latihan-latihan
mereka. Kaum darwis pengelana dari
tarekat ini, dikenal sebagai Chist atau
Chisht. Mereka akan memasuki sebuah
kota dan meramaikan suasana dengan
seruling dan genderang, untuk
mengumpulkan orang-orang sebelum
menceritakan dongeng atau legenda,
sebuah permulaan yang penting.
Jejak tokoh ini ditemukan pula di Eropa, di
mana chistu Spanyol ditemukan dengan
pakaian dan instrumen serupa –semacam
pelawak atau komedi keliling. Bisa jadi
demikian, dalam kamus etimologi Barat
menghubungkan istilah Latin gerere,
‘melakukan’, sebagai asal kata ‘pelawak’
yang kenyataannya adalah sosok jenaka,
dan asal mula itu berkaitan dengan Chisti
Afghanistan.
Pengaruh kaum Chisyti paling lama di
India. Selama sembilanratus tahun
terakhir, musisi mereka dihargai di seluruh
benua.
2. TAREKAT QADIRIYAH
‘Jalan’ ini diadakan oleh para pengikut
Abdul Qadir dari Gilan, yang lahir di Nif,
distrik Gilan, sebelah selatan Laut Kaspia.
Dia meninggal dunia tahun 1166, dan
menggunakan terminologi sangat
sederhana yang kemudian hari digunakan
oleh orang-orang Rosicrucia di Eropa.
Semua kaum darwis menggunakan bunga
mawar (ward) sebagai suatu lencana dan
simbol dari persamaan bunyi (rima) dari
kata wird (latihan konsentrasi-mengingat
Allah).
Abdul Qadir, pendiri tarekat Qadiriyah,
termasuk dalam suatu peristiwa yang
memberinya julukan Mawar dari Baghdad.
Hal itu dikaitkan bahwa Baghdad telah
demikian penuh dengan para guru
kebatinan (mistik), ketika Abdul Qadir tiba
di kota, maka diputuskan untuk
mengiriminya sebuah pesan. Kaum mistik
oleh karena itu mengirimkan kepadanya, di
pinggiran kota, sebuah bejana yang diisi
penuh dengan air. Maksudnya sudah jelas:
“Cawan Baghdad sudah penuh”.
Meski musim kemarau dan di luar musim,
Abdul Qadir telah menghasilkan bunga
mawar yang berkembang penuh, yang dia
letakkan di atas air dalam bejana tersebut,
menunjukkan kekuatannya yang luar biasa
dan juga bahwa masih ada tempat bagi
dirinya.
Ketika tanda-tanda ini telah dibawa kepada
mereka, kumpulan kaum kebatinan
tersebut berteriak, “Abdul Qadir adalah
mawar kami,” dan mereka pun cepat-cepat
mengantarkannya ke kota.
3. TAREKAT SUHRAWARDIYAH
Syeikh Ziauddin Jahib Suhrawardi,
mengikuti disiplin Sufi kuno, Junaid al-
Baghdadi, dianggap sebagai pendiri tarekat
ini pada abad kesebelas Masehi. Seperti
halnya tarekat-tarekat lain, guru-guru
Suhrawardi diterima oleh pengikut
Naqsyabandi dan lainnya.
India, Persia dan Afrika semuanya
dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui
metode dan tokoh-tokoh tarekat, kendati
pengikut Suhrawardi ada diantara pecahan
terbesar kelompok-kelompok Sufi.
Praktek-praktek mereka diubah dari
kegembiraan mistik kepada latihan diam
secara lengkap untuk ‘Persepsi terhadap
Realitas’.
Bahan-bahan instruksi (pelajaran) tarekat
seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya
merupakan legenda atau fiksi.
Bagaimanapun bagi penganut, mereka
mengetahui materi-materi esensial untuk
mempersiapkan dasar bagi pengalaman-
pengalaman yang harus dijalani murid.
Tanpa itu, diyakini, ada kemungkinan
bahwa murid dengan sederhana
mengembangkan keadaan pemikiran yang
sudah berubah, yang membuatnya tidak
cakap dalam kehidupan sehari-hari.
4. TAREKAT NAQSYABANDIYAH
Sekolah darwis yang disebut Khajagan
(‘Para Guru’) muncul di Asia Tengah dan
berpengaruh besar terhadap perkembangan
kerajaan India dan Turki. Tarekat
mengembangkan banyak sekolah khusus,
yang mengambil nama-nama individu.
Khaja Bahauddin Naqsyabandi (wafat kira-
kira 1389) adalah salah seorang dari tokoh-
tokoh besar sekolah ini. Setelah masanya,
dikenal sebagai Rangkaian Naqsyabandi;
‘Para Perancang’, atau ‘Para Guru Desain.’
Bahauddin menghabiskan waktu tujuh
tahun sebagai kerabat istana, tujuh tahun
memelihara binatang dan tujuh tahun
dalam pembangunan jalan. Ia belajar di
bawah bimbingan Baba as-Samasi yang
mengagumkan, dan dihargai setelah
kembali pada prinsip dan praktek Sufisme.
Para syeikh Naqsyabandi sendiri
mempunyai kewenangan untuk menuntun
murid ke tarekat-tarekat darwis yang lain.
Karena mereka tidak pernah mengenakan
busana aneh di depan umum, dan karena
anggota mereka tidak pernah melakukan
kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian.
Sebagian karena tradisi ‘Para Guru’ bekerja
sepenuhnya di dalam kerangka kerja sosial
dan kultur di mana mereka bertugas,
penganut Naqsyabandi di Timur Tengah
dan Asia Tengah memperoleh reputasi
sebagai ummat Muslim yang taat.
Monday, 23 June 2014
4 TAREKAT YANG UTAMA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment